SuaraKaltim.id - Kota Samarinda kembali menegaskan perannya sebagai jantung kebudayaan Kalimantan Timur (Kaltim).
Jumat pagi, 25 Juli 2025, kawasan Jalan Gajah Mada hingga Taman Samarendah berubah menjadi lautan warna-warni budaya.
Deretan peserta dari berbagai negara, provinsi, dan komunitas lokal bersiap dalam kirab budaya East Borneo International Folklore Festival (EBIFF) 2025.
Lebih dari sekadar parade seni, kirab budaya ini menjadi penanda kuatnya semangat keterbukaan dan keramahan masyarakat Samarinda.
Baca Juga:IKN dan Plataran Kolaborasi, Kuliner Jadi Daya Tarik Wisata Budaya
Perwakilan dari India, Korea Selatan, Polandia, Romania, dan Rusia menampilkan budaya mereka dengan penuh semangat.
Di sisi lain, komunitas lokal seperti KKSS Kaltim, Kerukunan Bubuhan Banjar, dan IKAPAKARTI Samarinda menunjukkan bahwa budaya lokal tak kalah membanggakan.
Setiap peserta menari dalam balutan busana adat, diiringi musik etnik, dan disambut antusias oleh masyarakat yang memadati ruas jalan.
Bagi Samarinda, perhelatan ini bukan sekadar tontonan, tetapi juga cara memperkenalkan jati diri sebagai kota budaya yang inklusif.
Presiden Conseil International des Organisations de Festivals de Folklore et d’Arts Traditionnels (CIOFF) Indonesia, Said Rachmat, menekankan pentingnya kehangatan sambutan warga sebagai elemen utama diplomasi budaya.
Baca Juga:Satgas Pangan Kaltim Sidak Pasar, Beras Premium Oplosan Jadi Sorotan
“Mereka menempuh perjalanan puluhan jam. Maka yang pertama harus kita berikan adalah senyuman. Dari sinilah kesan pertama tentang Indonesia terbentuk,” ujar Said.
Ia menambahkan, keramahan warga lokal menjadi wajah awal Indonesia di mata dunia, terlebih saat Kaltim tengah membuka diri sebagai destinasi budaya dan wisata global.
“Kami ingin menunjukkan bahwa Kalimantan Timur memiliki lebih dari sekadar wisata alam. Ada warisan budaya yang hidup, ada komunitas-komunitas budaya yang kuat dan aktif,” terangnya.
Menurut Said, EBIFF bukan hanya ajang seni, tapi bagian dari strategi nation branding berbasis budaya.
Festival ini diharapkan mendorong pertumbuhan pariwisata dan memperluas konektivitas budaya internasional.
“Ini bukan festival biasa, ini kerja besar dengan jiwa,” katanya, sembari memberi penghargaan khusus kepada Sekda Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, yang berperan sebagai direktur festival.
Interaksi akrab juga terjadi usai kirab budaya. Sri Wahyuni menyapa langsung para delegasi di halaman Kantor Gubernur Kaltim dan meminta kesan mereka terhadap hari pertama festival.
“Comment our first event today? (Mohon berikan komentar Anda mengenai pelaksanaan acara pertama kami hari ini),” tanya Sri Wahyuni kepada para delegasi.
Tanggapan yang diterima pun sangat positif. Delegasi Polandia menyebut pengalaman mereka sangat menyenangkan.
“We are absolutely happy to join and we're really enjoy. Because, people all together and exchange our culture with us, to teach some songs, and we wish you all the best for our performance. Thank you very much. (Kami sangat senang bisa bergabung dan kami benar-benar menikmatinya. Karena, semua orang berkumpul dan bertukar budaya dengan kami, mengajari beberapa lagu, dan kami berharap yang terbaik untuk penampilan kami. Terima kasih banyak!).”
Delegasi Rusia juga menyampaikan kekaguman mereka.
“We really enjoy being here. First, we want to say huge thanks to the organizers for inviting us. It’s our first day, but we already feel like home because of all people are smiling and so kind to us. Our hearts are really melted. Thank you so much for this amazing festival organization. (Kami sangat menikmati berada di sini. Pertama, kami ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada para penyelenggara karena telah mengundang kami. Ini hari pertama kami, tapi kami sudah merasa seperti di rumah karena semua orang tersenyum dan sangat ramah kepada kami. Hati kami benar-benar meleleh. Terima kasih banyak atas penyelenggaraan festival yang luar biasa ini!).”
Sementara perwakilan dari India menekankan makna kehangatan sebagai bentuk kekeluargaan lintas budaya.
“The way Indonesia and the people of Indonesia have opened their hearts and arms to welcome us warmly. We will definitely come again and again. We love how people greet us with so much love and kindness. That means as one family. (Cara Indonesia dan masyarakatnya telah membuka hati dan tangan mereka untuk menyambut kami dengan hangat. Kami pasti akan datang lagi dan lagi. Kami sangat senang bagaimana orang-orang menyambut kami dengan begitu banyak cinta dan kebaikan. Itu berarti seperti satu keluarga).”
Sri Wahyuni menyimpulkan bahwa keramahan warga Kaltim telah meninggalkan kesan mendalam.
“Mereka merasa diperlakukan seperti keluarga sendiri. Ini bukti bahwa Kaltim memang punya budaya ramah yang kuat,” ujar Sekda.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, juga menyampaikan makna lebih dalam dari festival ini. Ia menyebut EBIFF sebagai “kitab budaya hidup” yang merekam jejak peradaban Indonesia dalam bingkai global.
"Kita baru saja menyaksikan Kirab Budaya dalam rangka EBIFF 2025 yang dihadiri oleh lima negara tetangga kita. Ada Polandia, Rusia, Rumania, Korea Selatan, India, dan tentunya Indonesia. Ini bukan hanya pertunjukan, ini adalah momentum diplomasi budaya,” ujarnya.
Ia mengapresiasi kolaborasi lintas lembaga yang telah sukses menyelenggarakan perhelatan tersebut.
"Kami berterima kasih kepada seluruh pihak yang sudah bergotong-royong. Ini adalah bukti konkret semangat Bhinneka Tunggal Ika yang kita jalankan lewat budaya," tegasnya.
Menurut Seno, dalam dua tahun terakhir EBIFF telah berhasil menarik perhatian dunia terhadap Kalimantan Timur.
"EBIFF membuat dunia bertanya: di mana Kalimantan Timur? Siapa saja masyarakatnya? Budaya seperti apa yang hidup di sana? Ini adalah jendela baru kita ke dunia internasional," terang Seno.
Festival EBIFF 2025 masih akan berlangsung hingga 29 Juli, dengan agenda padat berupa panggung seni dunia, lokakarya tarian, pameran produk ekraf, hingga berbagai perlombaan di Stadion Kadrie Oening dan Temindung Creative Hub.
Samarinda tak lagi sekadar kota di pinggir Mahakam—melalui senyuman dan budaya, ia kini berdiri sebagai juru bicara baru Indonesia di pentas dunia.
Kontributor: Giovanni Gilbert