Dari Samarinda ke Layar Lebar, Cerita Lokal yang Menggema Nasional

Cerita bermula dari hubungan Alya dan Ben yang tumbuh atas dasar cinta.

Eko Faizin
Senin, 29 Desember 2025 | 20:30 WIB
Dari Samarinda ke Layar Lebar, Cerita Lokal yang Menggema Nasional
Junisya Aurelita atau Jeha (kiri, jilbab cokelat)​ salah satu penulis skenario Film Patah Hati yang Kupilih. [SuaraKaltim.id/Giovanni Gilbert​]
Baca 10 detik
  • Ratusan penonton memadati studio XXI Samarinda Square.
  • Kehadiran mereka untuk menonton Film Patah Hati yang Kupilih.
  • Film ini menceritakan  keyakinan, keluarga, dan tanggung jawab.

Keseriusan tersebut mulai terbentuk saat Jeha menempuh pendidikan di jurusan film di Tangerang. Dari sana, ia mengenal dunia industri secara langsung dan mulai membangun pengalaman profesional.

Selepas lulus, Jeha sempat bergabung sebagai tim kreatif naskah sinetron sebelum akhirnya memutuskan fokus ke film layar lebar.

"Jadi, mereka produksi sinetron dan aku tuh tim kreatif untuk naskah sinetron di sana. Nah, sampai suatu ketika aku ngerasa aku pengen pindah ke film gitu," bebernya.

Pengalaman tersebut membentuk perspektif Jeha dalam menulis cerita yang ditujukan untuk audiens luas. Ia menyadari bahwa film komersial menuntut keseimbangan antara sudut pandang personal dan keterbacaan konflik bagi penonton.

"Aku enggak cuma ngelihat sesuatu dari versi aku aja, tapi harus mikir audiensnya gimana. Ceritanya nyampe enggak, konfliknya kebaca enggak," katanya.

Tema cinta beda keyakinan dalam film ini berangkat dari kisah nyata di lingkungan terdekat tim kreatif. Jeha menyebut cerita tersebut terinspirasi dari pengalaman seseorang yang menjalani hubungan lintas agama dalam waktu lama, namun tidak berujung pada pernikahan.

"Ceritanya kena banget karena dia benar benar secinta itu tapi enggak bisa berjodoh," ujarnya.

Dari pengalaman tersebut, konflik film kemudian dikembangkan lebih luas. Menurut Jeha, isu agama hanyalah salah satu lapisan dari cerita yang juga menyentuh perbedaan latar belakang, tekanan keluarga, dan realitas sosial.

"Kita ngerasa ini bukan cuma soal agama, tapi soal dua dunia yang berbeda," ungkap dia.

Proses penulisan skenario memakan waktu sekitar empat bulan dan melibatkan riset mendalam. Tim penulis berdiskusi dengan berbagai pihak yang memiliki pengalaman serupa untuk memperkaya sudut pandang cerita.

"Kita ngobrol soal beda agama, soal jadi ibu di usia muda, soal mendidik anak tanpa figur bapak, termasuk dari sisi psikologisnya," jelasnya.

Judul Patah Hati yang Kupilih merepresentasikan inti cerita: keputusan sadar untuk mengambil jalan hidup yang menyakitkan namun dianggap paling bertanggung jawab. Kata "dipilih" menjadi penegasan bahwa setiap tokoh memahami risiko dari pilihannya.

Jeha berharap film ini bisa menjadi ruang refleksi bagi penonton dalam memandang cinta dan kehidupan secara lebih realistis.

"Semoga siapa pun yang nonton bisa merefleksikan apa pun yang ada di hidup mereka. Enggak harus relate untuk bisa meresapi film ini. Pada akhirnya kita harus memilih yang paling bijak dan realistis," pungkasnya.

Kontributor: Giovanni Gilbert

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini