Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 13 Mei 2021 | 09:10 WIB
Salah seorang pedagang bungkus ketupat yang berada di sekitar Pasar Colombo, Jalan Kaliurang KM 7, Kentungan, Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Rabu (12/5/2021). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraKaltim.id - Ketupat telah menjadi menu wajib di hari raya Idul Fitri bagi sebagian Muslim di Nusantara.

Ketupat biasanya disantap bersama opor ayam, redang dan makanan tradisional lainnya.

Sehari jelang Lebaran, warga biasanya mulai membuat makanan yang berisi beras yang dibalut janur kelapa yang dianyam menjadi bentuk kubus ini.

Setelah beras dimasukan ke dalam janur, ketupat dimasak dengan cara digodog di dalam air. Proses pembuatannya bisa memakan waktu berjam-jam.

Baca Juga: Sholat Idul Fitri, Gubernur DKI Jakarta Gunakan Sorban Palestina

Meski proses pembuatan ketupat tak mudah, tradisi ketupat di masyarakat Nusantara tak pudar hingga saat ini. Tradisi ini selalu diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Ketupat awalnya diambil dari sebuah frasa bahasa Sunda dan Jawa, yaitu ‘Kupat’ yang artinya 'ngaku lepat'. 'Ngaku lepat' dalam bahasa Indonesia artinya mengakui kesalahan, sehingga kupat melambangkan momen saling memaafkan saat Lebaran tiba.

Tradisi Awal Ketupat di Indonesia

Di Indonesia, ketupat sudah menjadi tradisi Lebaran sejak awal abad ke-15. Penyebaran Islam yang dipimpin oleh pemerintahan Kerajaan Demak, memulai tradisi Ketupat sebagai simbol Lebaran untuk menunjukan identitas budaya Indonesia dan Islam yang dikombinasikan.

Kemudian, tradisi ini dilanjutkan oleh para Wali Songo saat menyebarluaskan ajaran Islam di pulau Jawa.

Baca Juga: Keluarga Beda Agama, Angel Lelga Sebut Tak Punya Tradisi Khusus Lebaran

Arti Kata Ketupat
Ketupat atau kupat, selain memiliki kepanjangan 'ngaku lepat', juga diartikan sebagai 'laku papat' dalam bahasa Jawa yang artinya empat tindakan.

Hidangan ketupat di Hari Raya Idul Fitri (Shutterstock)

Empat tindakan ini merujuk pada tindakan yang dilakukan sebagai implementasi dari 'ngaku lepat' atau mengakui kesalahan.

Empat tindakan yang terkandung dalam kata 'laku papat' itu adalah lebaran, luberan, leburan dan laburan.

1. Lebaran

Lebaran merupakan momen untuk kembali mengikat tali silaturahmi antar sesama umat muslim - (shutterstock.com)
Lebaran memiliki arti usai atau selesai. Merujuk pada berakhirnya bulan Ramadan dan tibanya Idul Fitri sebagai pintu pengampunan dosa bagi seluruh umat muslim di seluruh dunia.

2. Luberan

Luberan diartikan sebagai melimpah ruah atau banyak, juga memiliki makna bahwa setiap muslim yang memiliki harta berlimpah, maka diharuskan baginya untuk berbagi harta tersebut kepada sesama yang membutuhkan.

Berbagi disini yaitu dengan cara memberikan zakat fitrah sebagai wujud kepedulian terhadap sesama.

3. Leburan

Kata leburan memiliki makna melebur atau meleburkan semua dosa yang telah diperbuat di hari-hari sebelum Idul Fitri atau Lebaran tiba.

Segala kesalahan dan dosa yang terjadi sebelumnya, diharapkan bisa melebur saat Idul Fitri. Karena, pada momen ini merupakan waktu yang tepat untuk membangun kembali tali silaturahmi dan saling memaafkan sesama umat muslim.

4. Laburan

Laburan memiliki arti labor atau kapur. Maksud kata kapur disini adalah sebagai zat yang bisa digunakan untuk menjernihkan air yang kotor atau menjadi pewarna putih pada cat dinding.

Putih dan jernih diartikan sebagai suci bersih tidak bernoda. Maksudnya, seluruh umat muslim pada saat Idul Fitri atau lebaran, diharapkan dalam kondisi yang ‘putih bersih’ seperti air yang jernih.

Filosofi Ketupat

Ketupat juga memiliki makna filosofis yang indah jika diuraikan. Menurut Slamet Mulyono, dalam Kamus Pepak Basa Jawa menyebutkan, "Beras yang dimasukan ke dalam anyaman Ketupat melambangkan nafsu duniawi yang dijejalkan ke dalam wadah berbentuk Ketupat dan dianggap sebagai gambaran nafsu dunia yang dibungkus hati nurani," kata Slamet.

Selain itu, bentuk Ketupat memiliki makna tersendiri menurut masyarakat Jawa. Diartikan sebagai kiblat ‘papat limo pancer’ atau empat penjuru mata angin yaitu Timur, Barat, Selatan dan Utara.

Artinya, dari manapun kita berada, hendaknya tidak melupakan pancer atau arah kiblat saat melaksanakan ibadah salat.

Load More