Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Selasa, 15 Juni 2021 | 07:00 WIB
Kepala Balai Wilayah Sungai Kalimantan IV Samarinda Harya Muldianto. [Inibalikpapan.com]

SuaraKaltim.id - Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV Harya Muldianto mengakui hingga saat ini Kota Balikpapan masih defisit air baku. Meski begitu, pihaknya sudah memiliki beberapa program untuk menjadi solusi defisit air baku tersebut hingga 2025 mendatang.

Hal tersebut disampaikannya pada Senin (14/6/2021). Untuk diketahui, persoalan defisit air baku tersebut merupakan permasalahan yang serius dihadapi selain banjir.

“Kita bisa menambah 820 liter perdetik dari bendungan teritip, bendungan sepaku semoi dan Embung Aji Raden untuk memenuhi bahan baku air bagi warga Balikpapan sampai 2030 tidak defisit,” katanya seperti dilansir Inibalikpapan.com-jaringan Suara.com.

Dia mengemukakan, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tiga bendungan itu diestimasi selesai pada 2024. Sebab menurutnya, permasalahan air bersih bukan hanya penyediaan bendungan saja.

“Ada lagi yang perlu disiapkan masalah instalasi pengelola airnya masih harus disiapkan, kami dari sumber daya air hanya menyiapkan air bakunya saja,” akunya.

Baca Juga: BWS Kalimantan IV Sebut Menghilangnya Air di Waduk Telagasari Fenomena Biasa

Sementara untuk pasokan untuk air di wilayah ibu kota negara (IKN) baru, diungkapkannya, masih mengandalkan Bendungan Sepaku smoi yang nilai investasinya sekitar Rp 556 miliar, sedangkan untuk Bendungan Aji Raden Rp 200 miliar.

“Kalau IKN bisa beberapa sumber air yang kita bangun memenuhi IKN, seperti intake sepaku, bendungan batulempek, dan galian bekas tambang, kalau IKN sampai 2045 masih surplus 1,3 meter kubik dengan infrastruktur yang kami siapkan,” jelasnya.

Selain itu, dia juga mengemukakan, ada sumber air yang bisa diambil dari Loakulu Kukar yang memungkinkan bisa masuk ke arah calon IKN.

Sedangkan, untuk penggunaan air laut sebagai sumber air bersih membutuhkan anggaran yang besar karena berkaitan dengan teknologinya.

“Air laut memang lebih mahal, Rp 30 ribu per kubik untuk air bersihnya. Ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan penggunaan air bersih yang dihasilkan dari bendungan atau pengolaan sungai, jadi nilai investasinya tidak seimbang. Kalaupun subsidi pemerintah akan mengeluarkan terlalu banyak anggaran,” katanya.

Baca Juga: Ini Sosok Pria yang Dijuluki Avatar Pengendali Api Saat Kebakaran Hebat di Gunung Bugis

Load More