Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Kamis, 30 September 2021 | 17:00 WIB
Ilustrasi tambang batu bara. [inibalikpapan.com]

SuaraKaltim.id - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim secara resmi mengajukan gugatan keterbukaan informasi publik melawan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Gugatan tersebut terjadi karena JATAM menilai tak adanya transparansi menyangkut dokumen evaluasi kinerja di lima perusahaan batu bara yang akan habis masa kontraknya.

Dalam rilis yang diterima Inibalikpapan.com--Jaringan Suara.com, gugatan sengketa informasi ini didaftarkan melalui akta register sengketa nomor 025/REG PSI/XI/2020 pada Senin 9 November 2020 tahun lalu.

Adapun objek gugatan yakni, permintaan salinan dokumen kontrak 5 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di Kalimantan yang masa izin dan kontraknya akan berakhir mulai 2021 hingga 2025.

Baca Juga: Dua Kecelakaan Tambang Batu Bara di China, 2 Orang Tewas dan 12 Lainnya Hilang

Lalu hal lain yang juga diminta ialah, catatan perkembangan diskusi pemerintah tentang evaluasi perpanjangan izin dan kontrak. Rekaman dan atau notulensi rapat pemerintah tentang proses evaluasi terhadap izin yang mengajukan perpanjangan izin dan kontrak.

Kemudian, daftar nama, profesi dan jabatan, pihak-pihak serta lembaga mana saja yang terlibat dan diundang dalam evaluasi perpanjangan dalam mengevaluasi kontrak PKP2B yang akan berakhir.

Sebelumnya telah disahkannya  revisi Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) dan Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) dalam waktu yang sangat singkat.

JATAM menilai, perusahaan tambang batubara yang akan habis masa kontraknya telah mengajukan perpanjangan izin dan berdasarkan UU Minerba dan UU Ciptaker.

Pada November 2020 lalu, PT Arutmin diberikan perpanjangan otomatis, tanpa pengawasan dan partisipasi publik. Kini PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT ADARO, PT Multi Harapan Utama (MHU).

Baca Juga: Makin Dilemahkan, Jatam: KPK Hanya Berani Tertibkan Tambang Kecil

Lalu PT Berau Coal (BC), PT Kideco Jaya Agung (KJA) dan PT Kendilo Coal Indonesia juga sedang melakukan hal serupa, yakni mengajukan perpanjangan izin dan kontrak kepada Kementerian ESDM.

Kelima perusahaan batubara ini di dalam UU Minerba dan UU Ciptaker mendapatkan sejumlah fasilitas mulai dari dijaminnya perpanjangan otomatis menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hingga 2 X 10 tahun.

Regulasi ini juga memberi insentif berupa tidak ada kewajiban pengurangan lahan konsesi dan insentif royalti nol persen (0%) bagi perusahaan batubara yang membangun fasilitas hilirisasi batubara.

Catatan JATAM Nasional menyebut luas lahan yang dikuasai oleh lima  perusahaan ini mencapai 313.667 hektar atau setara dengan 5 kali luas DKI Jakarta,” demikian pernyataan Jatam dalam rilisnya

“Perpanjangan tanpa pengawasan dan partisipasi publik akan membahayakan keselamatan rakyat dan lingkungan hidup, apalagi batubara adalah biang kerok utama dari pemanasan iklim global. Begitu juga proyek gasifikasi batubara yang saat ini dibangun PT KPC bahkan diklaim sebagai energi baru dan terbarukan yang justru sekadar legitimasi bagi energi fosil dan berbahaya seperti batubara untuk terus langgeng di Indonesia dan makin mengundang bencana ekologis dan krisis iklim,” terangnya Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum JATAM Nasional.

Menurutnya, hal-hal itulah yang melandasi mengapa JATAM dan JATAM Kaltim mengajukan permohonan informasi publik.

Load More