Mansur kemudian mematikan mesin perahu yang kami tumpangi, tanpa menurunkan jangkar. Ini sangat perlu dilakukan jika ingin melihat keberadaan pesut. Untuk diketahui, pesut biasanya merasa terancam ketika mendengar suara bising.
"Nah itu, pesutnya nah," ujar Mansur sambil berteriak di tengah kami sedang asyik ngobrol bersama.
Sontak kami mengarahkan pandangan ke haluan perahu. Benar saja, tampak seekor pesut yang sedang melayang ke udara. Namun lompatannya tidak begitu tinggi, hanya terlihat setengah badannya saja.
Tercatat, dua kali hewan bernama latin Orcaella brevirostris menunjukkan kepalanya di permukaan Sungai Riko, sekira jam 09.00 Wita. Tetapi, kemunculan pesut itu hanya berkisar lima detik saja.
Sayangnya, kami hanya melihat seekor saja. Padahal, kami mencoba menunggu kemunculannya lagi hingga 10 menit dan tetap tidak muncul lagi. Menurut Mansur, penampakan pesut di Sungai Riko kini sudah mulai jarang.
"Waktu masih 10 tahunan lalu, mereka (pesut) lebih sering di sini (Sungai Riko). Karena ini juga jadi tempat memancing nelayan. Mulai dari ikan kerapu, trakulu, hingga udang," katanya.
Mansur kemudian mengantar kami ke titik lainnya, Muara Tempadung, yakni perairan di dekat Desa Jenebora Kecamatan Sepaku dan Pantai Lango. Sepanjang perjalanan, kembali kami menjumpai kapal-kapal besar hingga perusahaan industri di sisi Teluk Balikpapan, termasuk Kawasan Industri Kariangau (KIK) yang sangat ramai.
Sebelum tiba di lokasi yang dituju, seorang rekan mengajak untuk menepi di pinggiran teluk. Rupanya, ia melihat pohon mangrove yang sangat langka. Camptostemon philippinense, begitu nama jenis mangrove yang langka itu.
Dari kesaksian pemerhati lingkungan, mangrove itu hanya bisa ditemui di Teluk Balikpapan dan tentu saja kelestariannya mulai terancam punah.
Baca Juga: Banjir di Sepaku Bukan Berada di KIPP IKN Nusantara, Tapi di Sini Persisnya
Setelah melihat-lihat, kami melanjutkan perjalanan menengok mangrove kuning. Secara ilmiah, mangrove tersebut berjenis Rhizophora sp, tapi warna kuning didapat masih jadi pertanyaan.
"Ini dari dulu warnanya kuning. Masyarakat adat sini mempercayai mangrove ini sebagai keramat. Waktu itu ada kapal nabrak mangrove ini, diminta untuk upacara adat," jelas Mansur.
***
Arus begitu tenang, matahari terik tapi tak menyengat. Mansur kembali memegang kendali perahu menuju titik tempat pesut biasa menampakkan dirinya, yakni di Perairan Pantai Lango, yang juga menjadi area tangkapan nelayan sekitar, termasuk Mansur.
Mesin perahu kembali dimatikan, tanpa menurunkan jangkar. Perahu kini berdiam mengikuti arus. Tiba-tiba terlihat seperti dua batang pohon yang hanyut.
"Itu pesut itu. Itu pesut," seloroh Mansur dengan menunjuk ke arah depan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- 7 Sepatu Murah Lokal Buat Jogging Mulai Rp100 Ribuan, Ada Pilihan Dokter Tirta
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Seluruh Gubernur Wajib Umumkan Kenaikan UMP 2026 Hari Ini
-
Indosat Gandeng Arsari dan Northstar Bangun FiberCo Independent, Dana Rp14,6 Triliun Dikucurkan!
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
Terkini
-
7 Mobil Bekas Ground Clearance Tinggi: Aman Banjir, Nyaman di Segala Medan
-
5 Mobil Bekas 3 Baris 50 Jutaan dengan Suspensi Empuk, Nyaman Bawa Keluarga
-
Xiaomi 17 Ultra Segera Diluncurkan: Kamera Leica, Chip Snapdragon 8 Elite Gen 5
-
4 Mobil Bekas dengan Sunroof Mulai 30 Jutaan, Kabin Luas Nyaman buat Keluarga
-
6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat