Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Kamis, 30 Maret 2023 | 20:07 WIB
Penampakan ikan pesut yang terancam punah di Teluk Balikpapan. [Dok. Pokja Pesisir]

Jaraknya pun tak cukup jauh, sekira lima meter. Kali ini, sedikit lebih lama dibanding penampakan pesut di Sungai Riko, sekira 15 detik. Ekornya saat hendak menyelam terlihat jelas. Setelah itu tak menampakkan lagi.

Bagi masyarakat Pantai Lango dan Jenebora, pesut sudah seperti pemberi sinyal. Sebuah navigasi keberadaan ikan bagi masyarakat. Namun itu berlaku 10 tahun yang lalu. 

Sejatinya, pesut dengan Warga Jenebora maupun Pantai Lango sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Pesut yang dikenal sebagai mamalia jinak, kerap bermain-main hingga di tepi rumah warga yang menjorok ke pinggir laut.

Menurut Mansur, terkadang pesut masuk ke sela-sela bawah rumah. Tapi kini, pemandangan yang hanya ada dalam ingatan pria berusia kepala empat ini tinggalah kenangan semata. 

Baca Juga: Banjir di Sepaku Bukan Berada di KIPP IKN Nusantara, Tapi di Sini Persisnya

"Sekarang susah cari ikan. Ya bisa dilihat saja, pesut sudah jarang terlihat. Padahal biasanya di mana ada pesut di situ ada karang yang menandakan ada banyak ikan juga," katanya.

Bagi Mansyur yang berasal dari Desa Jenebora, Teluk Balikpapan merupakan bagian dari kehidupannya. Dari hasil Teluk Balikpapan, ia bertahan hidup menafkahi keluarganya. Ia mengungkapkan, saat ini hanya mampu mendapatkan dua hingga lima kilogram ikan  per hari.

Diakuinya, saat ini memang sulit mendapatkan ikan, apalagi sejak banyaknya industri bermunculan di sekitar Teluk Balikpapan. Lantaran itu pula yang membuat anak-anak Mansur enggan mengikuti jejaknya sebagai nelayan.

"Anak saya tiga. Pertama dan kedua sudah kerja di perusahaan. Mereka juga tidak tertarik jadi nelayan, nyamannya kerja di perusahaan karena ada gaji tetap," jelas Mansur. 

Banyaknya aktivitas industri di pesisir teluk seperti Kawasan Industri Kariangau dan Kawasan Industri Buluminung membuat keberadaan pesut kian terancam. Belum lagi, proyek IKN yang menjadikan Teluk Balikpapan sebagai jalur untuk mendistribusikan logistik. 

Baca Juga: Duh, Kawasan IKN Sering Dilanda Banjir Tahunan, Sekcam Sepaku: Sudah Dari Dulu

Teluk Balikpapan Memprihatinkan

Direktur Eksekutif Pokja Pesisir, Mappaselle mengungkapkan, kondisi Teluk Balikpapan saat ini sangat memprihatinkan. Bahkan sebelum keberadaan proyek IKN, Teluk Balikpapan sudah mengalami degradasi.

Kondisi tersebut secara umum memicu habitat pesut mengalami tekanan sejak kehadiran industri di Teluk Balikpapan. Bahkan, tekanan kian bertambah dengan pembangunan proyek di IKN. 

"Dulu itu pesut mudah ditemukan di daerah Kariangau, Jembatan Pulau Balang, dekat sungai Riko. Kawasan untuk kepentingan tol itu sangat mempengaruhi ekosistem di Teluk. Jika lahan dibuka sedimen mudah masuk ke Teluk Balikpapan. Kami mengusulkan itu dari dulu agar ditetapkan sebagai kawasan konservasi," ujar Mappasale. 

Dalam catatan Pokja Pesisir, saat ini sudah terjadi pembukaan lahan mangrove di tujuh titik sejak Kawasan Sepaku ditetapkan menjadi IKN. Setidaknya ada 300 hingga 400 hektare lahan mangrove yang dibabat habis dari total lahan 17 ribu hektare. 

Keberadaan mangrove sendiri sebenarnya membantu warga, karena bagaimanapun juga warga pesisir hingga nelayan, menggantungkan hidupnya dari teluk tersebut. Untuk menjaganya, para warga turut melakukan monitoring keadaan Teluk di Balikpapan.

Load More