Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Kamis, 01 Februari 2024 | 17:30 WIB
Aksi demo penolakan aktivitas tambang ilegal di dekat pertanian warga kawasan Sukodadi, Kelurahan Mangkurawang. [kaltimtoday.co]

SuaraKaltim.id - Wadah resapan air bagi ratusan hektare lahan pertanian dijarah “pelaku” kejahatan lingkungan. Ratusan emak-emak yang tergabung dari sejumlah Rukun Tetangga (RT) di Kelurahan Mangkurawang, Kecamatan Tenggarong melakukan aksi demo.

Emak-emak itu melakukan penolakan dan pemberhentian aktivitas tambang ilegal di kawasan Spontan Mangkurawang atau Dusun Sukodadi, Rabu (31/01/2024) kemarin.

Perlawanan emak-emak ini dilakukan karena mereka geram melihat kerusakan lingkungan yang berdampak pada hilanganya daerah resapan air pertanian. Apalagi pertanian itu, menjadi salah satu mata usaha mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Bahkan dampaknya sudah mereka rasakan, yakni keringnya sawah mereka. Tambang ilegal di kawasan Spontan Mangkurawang terletak di atas perbukitan yang di bawahnya terdapat lahan pertanian warga.

Baca Juga: Asal-usul Nama Tenggarong, Berasal dari Salah Pengucapan Tangga Arung

Pengelupasan lahan tersebut tersebar di tiga tempat yang jaraknya tak berjauhan. Namun hanya dua lokasi yang aktif, sedangkan satunya sudah habis dikeruk emas hitam.

Aksi demo tersebut turut dihadiri Lurah Mangkurawan, Camat Tenggarong, Polsek Tenggarong hingga Koramil Tenggarong. Dalam pantuan di lapangan, ditemukan galian tambang ilegal yang bersampingan langsung dengan lahan pertanian warga.

Koordinator Aksi yang juga warga setempat, Fathur Rahman menyebutkan, lahan pertanian di kawasan Dusun Sukodadi seluas kurang lebih 200 hektare. Namun hanya 40 persen yang produktif. Tersebar di RT 14,15,16,17 dan RT 18.

Selama ini, perairan sawah hanya mengandalkan tadah hujan, dan jika ditambang maka dampak yang dirasakan petani akan terasa. Seperti sumur atau aliran air bisa kering, dan ketika hujan melanda dapat menimbulkan banjir.

“Intinya kami meminta aparat terkait segera menghentikan tambang koridoran di Spontan Sukodadi, bisa dikatakan 80 persen warga di sni mata usahanya adalah pertanian,” ujar Fathur, melansir dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Kamis (01/02/2024).

Baca Juga: Apa Itu Lembuswana? Hewan Mitologi Kuno Asal Kota Raja

Fathur menambahkan, pemerintah terus menggelorakan untuk mewujudkan lumbung pangan. Namun kenyataannya, tambang ilegal malah mengobrak-abrik lingkungan.

“Rasanya gak masuk akal mewujudkan wacana ini kalau lahan pertanian kami dihancurkan. Makanya kami meminta pemerintah terkait setidaknya menghentikan aktivitas ini,” tegasnya.

Lebih jauh, kata Fathur, jika tidak ada tindakan konkret penghentian aktivitas tambang ilegal. Para warga sepakat untuk membuat laporan kepada aparat terkait hingga ke Bupati. Tujuan utamanya ialah mempertahankan desa dan pertanian dari kerusakan.

“Kita akan buat laporan perusakan lingkungan, apapun akan kita lakukan karena mengandalkan pertanian, kalau rusak maka sama saja memiskinkan kita,” sebutnya.

Camat Tenggarong, Sukono menambahkan, pihaknya telah melakukan negosiasi antara warga dan para penambang ilegal. Hasil kesepakatannya, penambang diberikan waktu untuk menyelesaikan dan menutup lubang yang telah mereka gali.

“Kesepakatan hari ini penambang bekerja untuk mengembalikan (galian lahan) yang ada dikasih waktu lima hari. Setelah itu, tidak ada lagi yang namanya kegiatan tambang-menambang di wilayah (Sukodadi) ini,” terang Sukono.

Selama kesepakatan tersebut, pihaknya bersama Koramil dan Kapolsek Tenggarong akan melakukan pengawasan. Jika warga membuat laporan, tentunya Kecamatan Tenggarong akan mengawal laporan masyarakat untuk mendapatkan kepastian yang jelas.

“Jika masih tetap melanggar (kesepakatan), saya tarik. Saya yang turun tangan langsung,” tutupnya.

Load More