Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Senin, 04 Maret 2024 | 17:00 WIB
Proyek pekerjaan Bendungan Sepaku. [ANTARA]

SuaraKaltim.id - Banjir tahunan disebut sering terjadi di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU). Padahal, wilayah tersebut sudah ditetapkan menjadi kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Urgensi pemindahan ibu kota Indonesia itu sudah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia pada 16 Agustus 2019 lalu.

Di mana, pemindahan itu didasari oleh terpusatnya kegiatan perekonomian di Jakarta dan Jawa yang menyebabkan kesenjangan ekonomi terjadi di luar pulau tersebut.

IKN di Benua Etam, ingin dijadikan sebagai kota yang aman, modern, berkelanjutan dan berketahanan. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut, IKN sudah memiliki undang-undang (UU). Yakni, UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.

Baca Juga: Drama IKN, 9 Tersangka Dibebaskan Jelang Ramadhan, Proses Hukum Berlanjut

UU itu ditetapkan pada 15 Februari 2022 lalu. IKN bakal menjadi satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, setingkat provinsi. Di mana, wilayahnya menjadi tempat kedudukan ibu kota sebagaimana ditetapkan dan diatur dari UU tersebut.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kaltim Fathur Roziqin Fen, untuk memberikan tanggapan. Namun tak ada jawaban.

Lalu, jurnalis ini lantas mencoba menghubungi Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, Uli Arta Siagian. Dihubungi melalui panggilan telepon, dia menjelaskan soal kondisi PPU di 10 tahun ke belakang sebelum IKN.

"Di wilayah PPU sebelum diputuskan IKN bakal dipindahkan ke wilayah PPU, itu kan memang sudah masif terjadi banjir. Apalagi kalau misalnya hujan yang lebih dari 1 jam (terjadi) itu sudah (menyebabkan) banjir," jelasnya.

Dia menyebut, berdasarkan banyak laporan yang diterimanya dalam bentuk video, banjir yang terjadi di PPU merupakan konsekuensi logis dari perubahan lanskap di wilayah tersebut.

Baca Juga: Suara dari X, Kematian Pesut Mahakam dan Dampak Pembangunan IKN

Dia menjelaskan, perubahan lanskap itu seperti hutan dan serapan air kini menjadi monokultur sawit atau tambang. Hal itu menyebabkan fungsi hutan sebagai serapan air hilang.

Load More