Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Senin, 04 Maret 2024 | 17:00 WIB
Proyek pekerjaan Bendungan Sepaku. [ANTARA]

Pembangunan IKN juga menjadi sorotan penting oleh Forest Watch Indonesia (FWI). Mereka menyebut, pembangunan IKN merupakan driver terjadinya deforestasi.

Hal itu disampaikan Kampanye, Advokasi, Media FWI, Anggi Putra Prayoga. Dihubungi melalui panggilan telepon, menurutnya, IKN sebagai proyek nasional dan urbanisasi yang ingin menciptakan pradaban baru di Kaltim membutuhkan sumber daya air, energi, dan tanah yang berlimpah.

"Ketika proyek IKN dibangun, membutuhkan lahan yang tidak sedikit. Akan dibangun proyek-proyek lain, berkaitan dengan food estate, energi, dan air untuk memenuhi kebutuhan di IKN," ucapnya, Senin (26/02/2024) kemarin.

Ia menegaskan, ketika proyek urbanisasi IKN masuk di Kaltim, yang mengalami dampak adalah hutan dan ruang hidup masyarakat. Namun, katanya, tak cuma Bumi Mulawarman saja yang akan merasakan hal tersebut, melainkan Kalsel, Kalteng, Kalbar, dan Kaltara juga.

Baca Juga: Drama IKN, 9 Tersangka Dibebaskan Jelang Ramadhan, Proses Hukum Berlanjut

Ia membenarkan akan ada pembukaan hutan yang sangat masif di Kalimantan. Kegiatan itu mereka sebut sebagai anatomi deforestasi IKN.

"Sebetulnya ini, ketika proyek IKN dibangun, maka akan ada proyek-proyek baru. Saat ini belum ada mobilisasi atau urbanisasi yang masif, terjadi nanti di Agustus, nah proyek itu apakah nanti berdampak positif jika memang diasumsikan bahwa IKN memerlukan lahan yang banyak, terkait pangan, energi dan air, justru ini akan meningkatkan laju deforestasi di Kalimantan," bebernya.

Untuk diketahui, dari data yang diperoleh, deforestasi hutan alam di IKN terus terjadi. Sepanjang 2017 sampai 2021 ada 18 ribu hektare.

Lalu, di 2022 sekitar 1.322,57 hektare. Kemudian, deforestasi pada 2023 di periode Januari sampai Juni, sebanyak 310,67 hektare.

"Saya sempat ke sana, saya juga sempat memantau daerah pesisir wilayah IKN. Ada beberapa kelompok marginal yang kita sorot, seperti kelompok masyarakat adat, nelayan, perempuan dan masyarakat kecil," sebutnya.

Baca Juga: Suara dari X, Kematian Pesut Mahakam dan Dampak Pembangunan IKN

Ia mengatakanm pantai-pantai yang ada di pesisir Balikpapan masuk dalam perencanaan IKN dan pemerintah daerah untuk dibangun kawasan industri. Dari situ, hal yang ia lihat ialah masyarakat yang terpinggirkan nanti ialah nelayan.

"Termasuk juga pembangunan yang ada di IKN sendiri, di Desa Bumi Harapan, (salah satu warga bernama) Ibu Dahlia, itu juga sama (nasibnya). Kami juga menyoroti, kelompok-kelompok masyarakat adat ini juga tidak memiliki hak yang sama untuk menentukan hidup dan nasibnya pasca ditentukannya IKN."

"Kalau dulu (sebelum ada IKN), mereka masih bisa bertani, bersawah, berkebun (intinya) melakukan aktivitas keseharian mereka. Tapi, pasca IKN (ada) mereka justru dibatasi (aktivitas sehari-harinya). Untuk membangun rumah pun mereka sudah sulit," lanjutnya.

Ia menegaskan, saat IKN ditentukan, perubahan signifikan terjadi. Khususnya bagi masyarakat adat yang sangat bergantung dengan hutan.

Ia juga sempat menyinggung soal hutan penyangga atau hutan transisi di IKN yang dihancurkan untuk pembangunan mega proyek tersebut.

"Nah di situ, ketika jalan tol dibangun, merusak hutan yang ada tanpa adanya analisis dampak. Jadi, dibangunnya hutan satwa, koridor satwa, itu semua (ada) setelah (muncul) dorongan masyarakat sipil. Itu baru bagian pembangunan jalan.
Kemudian juga, pembangunan lain seperti bandara VVIP di Pantai Lango, itu merusak hutan mangrove yang ada di sana (Balikpapan). Pelanbuhan-pelabuhan juga membuka hutan-hutan pesisir di Teluk Balikpapan," bebernya.

Load More