SuaraKaltim.id - Suku Punan atau dikenal juga sebagai Suku Dayak Punan menjadi salah satu rumpun suku Dayak paling tua di Pulau Kalimantan. Selain itu, suku Punan juga memiliki sebaran yang cukup signifikan di Bumi Etam ini.
Dahulu, istilah dari Punan adalah dipandang sebagai sebutan umum dari kelompok masyarakat pemburu dan peramu. Dulunya, kelompok masyarakat ini hidup secara berpindah-pindah di hutan Kalimantan.
Oleh sebab itu, suku Punan dikenal sebagai "penjaga hutan rimba" karena hidup dan sebaran populasinya banyak ditemui di dalam hutan dan terpisah dari sub-sub Suku Dayak lainnya.
Tidak heran bahwa suku dikenal hidup nomaden karena mereka mengikuti siklus migrasi hewan dan juga siklus tumbuhan di hutan.
Sama seperti suku bangsa lainnya, suku Punan ini juga memiliki adat istiadat atau ritual tersendiri yang masih lestari hingga saat ini.
Salah satu ritual adat yang dikenal dari suku Punan adalah Pelambe. Pelambe sendiri adalah upacara adat untuk menghilangkan sebuah kesialan.
Contoh kesialan tersebut seperti tidak mendapatkan hasil panen yang baik, tidak ada musim buah, dan tidak ada musim babi.
Masyarakat percaya, kesialan yang didapatkan itu berikatan dengan tindakan dari seseorang yang melanggar norma-norma masyarakat, seperti berselingkuh dari pasangan sah.
Oleh karena itu, masyarakat suku Punan mengadakan upacara Pelambe untuk mensucikan dan mendamaikan warga atau masyarakat yang terlibat tindakan yang melanggar norma.
Baca Juga: Rangkaian Upacara Adat Mamat, Dari Persembahan Darah Babi Hingga Tarian Roh
Biasanya ritual adat Palemba ini sengaja digelar dan diselenggarakan kepada khalayak ramai agar memberikan efek jera bagi pelaku dan masyarakat sehingga tidak kembali terjadi hal yang sama.
Masyarakat suku Punan mempercayai bahwa pelanggaran norma yang dilakukan seseorang itu bisa berdampak kepada kegagalan panen atau hasil perburuan, sehingga sang oknum tersebut harus disucikan atau dibersihkan dengan ritual Palemba.
Bahkan, tidak hanya ritual yang dipertontonkan di depan umum, oknum yang melanggar norma juga harus menjalani sidang adat.
Sidang tersebut adalah bentuk peradilan adat untuk menentukan denda adat yang diberlakukan pada yang bersangkutan.
Ada juga sanksi sosial di masyarakat adat yang menganggap pelanggar norma ini hina dan tak bernilai karena perbuatannya yang mempermalukan diri sendiri, keluarga, serta kampung halaman.
Singkatnya adalah Pelambe dilaksanakan oleh pengurus adat untuk membuang sial akibat pelanggaran manusia yang bisa membuat hubungan dengan lingkungan kurang baik.
Kontributor : Maliana
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Ditunjuk Prabowo Reformasi Polri: Sosok Ahmad Dofiri Jenderal Rp7 Miliar Berani Pecat Ferdy Sambo!
- Sosok Kompol Anggraini, Polwan Diduga Jadi 'Badai' di Karier Irjen Krishna Murti, Siapa Dia?
- Nasib Aiptu Rajamuddin Usai Anaknya Pukuli Guru, Diperiksa Propam: Kau Bikin Malu Saya!
- Profil dan Rekam Jejak Alimin Ribut Sujono, Pernah Vonis Mati Sambo dan Kini Gagal Jadi Hakim Agung
Pilihan
-
Usai Dicopot dari Kepala PCO, Danantara Tunjuk Hasan Nasbi jadi Komisaris Pertamina
-
4 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Baterai Besar Minimal 6000 mAh, Terbaik September 2025
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
-
Ratu Tisha Lengser: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Balik Layar PSSI?
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
Terkini
-
Dr. Dave dan James Kawal Sengketa Tanah Kariangau: Harus Objektif dan Transparan
-
Dishub Permanenkan Jalur Satu Arah di Jalan Abul Hasan Samarinda
-
BGN Akui Mahakam Ulu Masih Jadi 'Blank Spot' MBG di Kaltim
-
Pemerintah Pusat Suntik Rp 100 Miliar untuk Perkuat Infrastruktur Sekitar IKN
-
Lahan 5.298 Meter Persegi Jadi Sengketa, Masa Depan RSHD Samarinda Tak Jelas