SuaraKaltim.id - Di balik ambisi besar menjadikan Teras Samarinda sebagai ikon baru Kota Tepian, proyek ini justru menyimpan cerita pilu bagi para pekerjanya. Selama hampir satu tahun, 84 pekerja yang mengerahkan tenaga mereka demi kemegahan proyek ini tak kunjung menerima upah yang menjadi hak mereka.
Harapan akan kehidupan yang lebih baik berubah menjadi beban ekonomi yang berat. Banyak dari mereka kini menghadapi kesulitan luar biasa.
Tanpa bayaran, sejumlah pekerja harus berutang, menggadaikan barang berharga, bahkan kehilangan tempat tinggal. Rina, istri salah seorang pekerja, mengalami langsung dampak dari ketidakadilan ini. Karena suaminya tak menerima gaji, keluarganya terpaksa keluar dari kontrakan dan kini hidup di gudang bekas bengkel.
"Kami tidak punya uang, jadi harus keluar dari kontrakan. Sekarang saya dan anak-anak tinggal di gudang yang sudah lama tidak terpakai," ucapnya dengan suara bergetar, saat ditemui Jumat (28/02/2025) kemarin.
Lebih menyakitkan, suaminya memilih pergi karena merasa gagal menafkahi keluarga. Tak hanya pekerja dan keluarganya yang menderita, mandor proyek, Edi Wahono, juga menanggung beban besar.
"Tidur saya tidak nyenyak, saya harus berhutang ke sana-sini hanya untuk membayar honor anggota saya. Mereka sudah bekerja keras, tetapi hak mereka malah diabaikan," ungkapnya dengan nada penuh kesedihan.
Menurut Edi, perusahaan yang bertanggung jawab atas proyek ini, PT Samudra Anugrah Indah Permai (SAIP), tidak pernah memberikan kejelasan terkait pembayaran. Upaya komunikasi pun selalu berujung dengan kekecewaan.
"Manajer perusahaan sudah tidak merespons. Kami berusaha menanyakan kejelasan pembayaran, tetapi mereka terus menghindar. Total yang harus dibayarkan kepada pekerja sekitar Rp 500 juta. Kami hanya ingin hak kami dipenuhi," tegasnya.
Melihat ketidakadilan ini, Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim turun tangan untuk mengadvokasi pekerja. Mereka membawa kasus ini ke ranah hukum dan melaporkannya ke Kejaksaan Negeri Samarinda. Namun, perusahaan terus menghindar dan tak pernah hadir dalam mediasi.
Baca Juga: Teras Samarinda Terancam Molor, Bahan Baku Impor Jadi Biang Keladi
"Kami sudah melaporkan kasus ini dan berusaha mencari solusi, tapi perusahaan selalu menghindar dan tidak pernah datang dalam mediasi," ujar Sudirman, Biro Hukum TRC PPA Kaltim.
Bahkan, isu miring muncul bahwa TRC PPA memiliki kepentingan tertentu dalam advokasi ini. Namun, Sudirman dengan tegas membantah tuduhan tersebut.
"Benar, kami ditunggangi. Yang menunggangi kami adalah 84 pekerja Teras Samarinda yang haknya belum dibayarkan," tutupnya.
Nasib para pekerja Teras Samarinda masih menggantung, sementara proyek yang mereka bangun terus berdiri megah. Mereka kini berharap ada keadilan yang bisa mereka dapatkan agar tidak lagi menjadi korban dari proyek ambisius yang justru membawa penderitaan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- 5 Pemain Timnas Indonesia yang Bakal Tampil di Kasta Tertinggi Eropa Musim 2025/2026
- Kisah Pilu Dokter THT Lulusan UI dan Singapura Tinggal di Kolong Jembatan Demak
- Brandon Scheunemann Jadi Pemain Paling Unik di Timnas Indonesia U-23, Masa Depan Timnas Senior
- Orang Aceh Ada di Logo Kota Salem, Gubernur Aceh Kirim Surat ke Amerika Serikat
Pilihan
-
Harga Emas Antam Terjun Bebas Hari Ini
-
Gaduh Pemblokiran Rekening, PPATK Ngotot Dalih Melindungi Nasabah
-
Siapa Ivan Yustiavandana? Kepala PPATK Disorot usai Lembaganya Blokir Rekening Nganggur
-
Siapa Ratu Tisha? Didorong Jadi Ketum PSSI Pasca Kegagalan Timnas U-23
-
6 Rekomendasi HP dengan Kamera Canggih untuk Konten Kreator 2025
Terkini
-
IKN Dibuka Lebar untuk Dunia: Basuki Tegaskan Komitmen Investasi Sehat dan Berkelanjutan
-
BMKG Ingatkan Kaltim: Kemarau Basah Bisa Picu Karhutla dan Krisis Air
-
Seno Aji Tegaskan FKDM sebagai Mitra Strategis Jaga Keamanan Wilayah
-
Revisi UU IKN Mengemuka, DPRD Kaltim: Jangan Gegabah Ubah Aturan!
-
Ketika Elpiji Harus Diantar dengan Ketinting: Cerita Distribusi Energi di Mahulu