Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Rabu, 19 Maret 2025 | 18:57 WIB
Ilustrasi lahan di IKN. [Forest Watch Indonesia/FWI]

SuaraKaltim.id - Ketua Komisi I DPRD PPU, Ishak Rahman, mendesak Pemkab PPU segera turun, hadir, dan melindungi warga Desa Telemow yang ditahan karena ditunding menyerobot lahan HGB PT ITCHI Kartika Utama.

Menurutnya, pemerintah mesti tegas menunjukkan sikapnya berdiri bersama rakyat.

Ishak Rahman menjelaskan, persoalan tumpang tindih lahan klaim antara warga Desa Telemow di IKN dan PT ITCHI KU berlarut karena status lahan yang tidak jelas.

Berdasarkan informasi yang pihaknya terima, kata Ishak, tanah yang bersengketa itu sudah dilakukan pelepasan atau perubahan status dari lahan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) menjadi Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK).

Baca Juga: Tiga Seksi Tol Akses IKN Ditargetkan Rampung 2027, Ini Rinciannya

"Setahu kami tanah itu sudah dilakukan pelepasan, dari KBK menjadi KBNK. Itu berarti sudah jadi milik pemerintah. Baik KBK dan KBNK keduanya punya pemerintah. Cuma kalau KNBK, masyarakat boleh menggunakan," bebernya ketika ditemui di Sekretariat DPRD PPU, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Rabu (19/03/2025).

Sebagai informasi, KBK atau Kawasan Budidaya Kehutanan adalah kawasan hutan yang dalam pemanfaatannya harus menggunakan izin khusus dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KLHK).

Lahan KBK tidak dapat dimiliki siapa pun, karena itu merupakan milik negara, status izinnya hanya pinjam pakai.

Sementara lahan KBNK atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan adalah lahan yang statusnya dialihfungsikan dari Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) untuk tujuan pembangunan atau pemanfaatan non kehutanan, seperti pembangunan infrastruktur atau pemukiman. 

Lantaran status lahan masih tak jelas, Ishak mendesak Pemkab PPU turun, melindungi dan hadir di tengah-tengah rakyat. Apalagi, sudah ada empat warga Desa Telemow yang ditahan karena persoalan ini.

Baca Juga: Kebijakan Baru! Golden Visa IKN Kini Bisa Diajukan dengan Investasi Mulai US$5 Juta

Selain itu, kata politikus PDIP ini, pemerintah harus ada guna memperjelas status lahan yang disengketakan itu.

Ketua Komisi I DPRD PPU, Ishak Rahman. [kaltimtoday.co]

"Makanya pemerintah harus turun, hadir di tengah-tengah rakyat. Apalagi sudah ada empat orang ditahan. Pemerintah turun, lindungi rakyat."

"Yang tahu status tanah itu, kan, pemerintah. Rakyat tidak tahu statusnya ini apa. Pemerintah jangan tutup mata, jangan apatis dengan rakyatnya. Kami atas nama Komisi I meminta pemerintah turun," tegasnya.

Lebih jauh ia mengatakan, informasi terkait perubahan status lahan dari KBK ke KBNK diterima kala berdiskusi dengan Asisten 1 Pemkab PPU.

Hanya saja, masyarakat pernah pakai surat pinjam pakai dengan perusahaan.  Ketidakjelasan inilah yang perlu diselesaikan.

Untuk mengawal persoalan ini, Ishak bilang pihaknya berencana menjadwalkan rapat bersama pihak terkait. Dia pun menegaskan publik mengawal Komisi I dan memastikan pihaknya berdiri bersama masyarakat.

"Kawal kami Komisi i akan terus bersama masyarakat. Negara, kan, memang harus hadir di tengah-tengah rakyat dan melindungi rakyatnya," tandasnya.

Salah satu warga desa Telemow yang ditahan Kejari PPU atas dugaan penyeroboatan lahan yang bersengketa dengan PT ITCHI-KU. [kaltimtoday.co]

PT ITCHI KU vs Warga Telemow: Sengketa HGB Berujung Laporan Polisi

PT ITCHI Kartika Utama (ITCHI KU) memberi penjelasan terkait alasan di balik pelaporan terhadap warga Desa Telemow, ke Polda Kaltim atas dugaan pencaplokan lahan HGB perusahaan.

Mereka berdalih, laporan itu dilakukan lantaran berbagai upaya pendekatan secara persuasif telah dilakukan, tapi lahan masih diduduki.

Sementara perusahaan telah merancang program pengembangan di areal HGB yang diduduki warga tersebut.

Dalam keterangan tertulisnya, Public Affairs & Government Relations Arsari Group sekaligus kuasa hukum PT ITCHI KU, Nicholay Aprilindo menjelaskan awal mula persoalan ini mengemuka, hingga kemudian berujung pada laporan ke kepolisian.

Pada 2017 lalu, PT ITCHI KU menyampaikan mendapat  perpanjangan HGB 00001 seluas 83,55 Ha yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Sebelumnya legalitas HGB tersebut adalah Buku tanah No. 01 tahun 1993 berlaku hingga tahun 2013 dan Buku tanah No. 02 tahun 1994 berlaku hingga tahun 2014.

Masih di tahun yang sama, 2017, perusahaan melakukan sosialisasi dan pendataan kepada warga Kelurahan Maridan dan Desa Telemow.

Dalam sosialisasi dan pendataan itu warga diminta menandatangani surat pernyataan yang isinya warga mengakui bahwa areal yang mereka duduki adalah lahan HGB PT ITCIKU.

"Hasil pendataan tersebut, warga Kelurahan Maridan seluruhnya 118 warga menandatangani surat pernyataan tersebut, sementara untuk warga Desa Telemow dari 51 warga ada 27 warga yang tidak bersedia menandatangani surat pernyataan," sebut perusahaan dalam keterangan tertulis yang ditandatangani kuasa hukum mereka, Nicholay Aprilindo dan GM Forestry and Camp, Jurianto, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa (18/03/2025).

Berbagai upaya dilakukan perusahaan agar warga mendatangani surat pernyataan yang perusahaan bagikan.

Upaya itu di antaranya: melakukan pendekatan melalui Kepala Desa Telemow, BPD Telemow, kepala dusun dan tokoh agama; melakukan pertemuan Forum Discussion Group (FGD) dengan BPN PPU, Polres PPU, Polsek, Kecamatan Sepaku, Kepala Desa dan Tokoh Adat dan perwakilan dari 27 warga yang belum bersedia dengan difasilitasi oleh Polres PPU.

Kemudian melempar somasi, pertama 17 Maret 2020, kedua 26 Maret 2020.

Selanjutnya, pada tanggal 11/02/2021 perusahaan melakukan koordinasi penyelesaian lahan HGB dengan perwakilan masyarakat Desa Telemow yang difasilitasi oleh pihak Kecamatan Sepaku.

Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD PPU tanggal 31 Agustus 2021.

"Tanggal 13 Oktober 2021, Pemkab PPU menurunkan tim verifikasi yang dipimpin oleh Kadis Perumahan dan Pemukiman dan Kabag Pemerintahan, namun tidak mendapatkan hasil yang optimal," sebut perusahaan.

Tidak berhenti di situ, upaya lain masih dilakukan perusahan. Pada tanggal 23 Februari 2023, membuat dan mengirimkan surat pemberitahuan kepada warga yang dianggap menggarap lahan khususnya yang berada di areal HGB Panca Karya.

Tanggal 18 April 2023, membuat dan mengirimkan surat pemberitahuan ke-2.

Pada 15 Mei 2023, dilakukan mediasi antara PT ITCHI KU dan warga, yang fasilitasi Kepala Desa Telemow.

Hasil mediasi ini, warga tetap menolak mengakui lahan mereka sebagai bagian dari HGB PT ITCHI.

"Pada 24 Juli 2023, dilakukan RDP di DPRD PPU melibatkan unsur BPN, Kabag Pemerintahan, Dinas dan instansi terkait manajemen PT ITCHI KU serta perwakilan warga Desa Telemow," sebut perusahaan.

Dalam rapat ini, perusahaan menilai telah terjadi kericuhan yang mereka klaim dipicu tindakan beberapa warga Desa Telemow.

Perusahaan menilai sudah melakukan pendekatan persuasif namun warga tak seluruhnya sepakat melepas tanah milik mereka jadi bagian klaim HGB PT ITCHI KU.

Sementara di sisi lain, perusahaan sudah memiliki rencana program pengembangan di areal yang menurut mereka bagian HGB perusahaan.

Akhirnya, pada 25 Juli 2023, PT ITCHI KU resmi melayangkan laporan ke Polda Kaltim.

"Selanjutnya, ikut proses hukumnya. Nanti akan pembuktian di pengadilan, akan terang benderang siapa berbuat apa," jelas perusahaan.

LBH Samarinda Bakal Ajukan Penangguhan Penahanan

Sebagai informasi, Empat warga Desa Telemow resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Penajam Paser Utara (PPU) atas dugaan penyerobotan lahan HGB milik PT ITCHI Kartika Utama (ITCHI-KU), Kamis (12/03/2025).

Kejari PPU menerima pelimpahan kasus dari Polda Kaltim dan menempatkan para tersangka di Rutan Polres PPU hingga persidangan digelar.

Pengacara Publik LBH Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi, menilai penahanan tersebut subjektif dan tidak memiliki dasar kuat.

Menurutnya, sejak ditetapkan sebagai tersangka pada akhir 2024, keempat warga tidak pernah melakukan tindakan yang membahayakan.

Ia mempertanyakan alasan penahanan yang biasanya didasarkan pada kekhawatiran melarikan diri, mengulangi perbuatan, atau menghilangkan barang bukti.

Koalisi Tanah untuk Rakyat menilai kasus ini merupakan bagian dari dugaan kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan tanahnya.

Mereka menuding penerbitan HGB PT ITCHI-KU cacat administrasi, karena tidak melibatkan warga dalam tahap sosialisasi hingga penerbitan izin.

LBH Samarinda berencana mengajukan penangguhan penahanan bagi para tersangka.

Namun, mereka menegaskan bahwa fokus utama adalah mempertanyakan legalitas HGB PT ITCHI-KU, yang diduga diterbitkan tanpa transparansi.

"Ada opsi penangguhan penahanan. Tapi intinya kami tidak mau fokus sekadar di penahanan ini. Yang paling penting, dan ini harus diketahui publik adalah melihat akar persoalannya. HGB-nya ITHCI yang kemungkinan hadir di 'ruang gelap'," tegas Fathul.

Sementara itu, Kejari PPU menyatakan bahwa perkara telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Penajam dan menunggu jadwal sidang.

Jika berjalan lancar, proses persidangan diperkirakan akan selesai dalam waktu sekitar dua bulan.

Load More