Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Minggu, 27 April 2025 | 16:32 WIB
Pilar utama Jembatan Mahakam I yang bengkok pasca di tabrak oleh tongkang batu bara. [Ist]

SuaraKaltim.id - Insiden tabrakan kembali menghantam Jembatan Mahakam I. Pada Sabtu malam (26/4/2025) sekitar pukul 23.00 WITA, tongkang bermuatan batu bara, BG Azamara 3035, yang dikendalikan oleh Tug Boat (TB) Liberty, menabrak pilar kedua dari arah Samarinda Seberang.

Benturan keras ini menambah daftar panjang kasus kecelakaan di jalur vital Sungai Mahakam, menimbulkan kekhawatiran atas stabilitas jembatan yang sudah berdiri lebih dari 40 tahun.

Keterangan dari Satpolairud Polresta Samarinda menyebutkan bahwa tongkang yang sarat muatan tersebut awalnya terseret derasnya arus sungai.

Warga di sekitar Hotel Haris melaporkan mendengar suara mesin TB Liberty yang meraung keras, berusaha mengendalikan tongkang sebelum akhirnya muncul kepulan asap hitam.

Baca Juga: Penutupan Jembatan Mahakam Berpotensi Timbulkan Kemacetan, Ini Imbauan Dishub

Dalam upaya mengendalikan situasi, tali towing yang menghubungkan tug boat dengan tongkang putus. Tanpa kendali, tongkang pun terbawa arus dan menabrak pilar utama di sisi Samarinda Kota.

"Kami tadi malam langsung melakukan olah TKP sekitar pukul 12 malam. Saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Tali pengikat yang putus menjadi bagian penting dari analisis kami, untuk menentukan faktor-faktor penyebab insiden," jelas Bripka Mustajib dari Satpolairud Polresta Samarinda.

Saat ini, kapten tug boat bersama seluruh anak buah kapalnya telah diamankan untuk diperiksa lebih lanjut.

Peristiwa ini bukan kejadian pertama. Pada 16 Februari 2025, Jembatan Mahakam I juga pernah dihantam tongkang bermuatan kayu, mengakibatkan kerusakan berat pada fender pelindung jembatan.

Dua insiden besar dalam tiga bulan terakhir ini pun memunculkan kritik tajam dari berbagai kalangan.

Baca Juga: Sculpture Pesut Rp 1,8 Miliar di Jembatan Mahakam IV: Estetika atau Pemborosan?

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, mengkritik lemahnya pengawasan di Sungai Mahakam sebagai akar masalah utama.

"Sejak dulu sudah diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 1989, bahwa area steril di sekitar jembatan adalah 500 meter dari jembatan, dan 5 kilometer di kanan kirinya. Kalau ini tetap dilanggar, maka itu sudah masuk ranah pidana. Tidak bisa lagi ditolerir," tegas Sapto.

Pilar utama Jembatan Mahakam I yang bengkok pasca di tabrak oleh tongkang batu bara. [Ist]

Menurut Sapto, pengawasan yang longgar dan tidak adanya sanksi tegas membuat kejadian serupa terus berulang.

"Ini bukan sekadar soal tali putus. Ini soal sistem mitigasi yang tidak berjalan. Kalau mitigasi lengkap, tali putus pun tidak akan menyebabkan tongkang membentur jembatan karena ada pengaman berlapis," tambahnya.

Sapto juga mendesak dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pola pelayaran di Sungai Mahakam, termasuk mengusulkan pembentukan zona khusus tambat kapal yang jauh dari objek vital seperti Jembatan Mahakam I.

"Area tambat harus ditentukan khusus dan jauh dari jembatan. Bukan seenaknya menambat di ujung jembatan seperti sekarang. Itu berbahaya. Apapun bentuknya, pihak KSOP dan Pelindo harus bertanggung jawab," katanya.

Ia menegaskan pentingnya rapat koordinasi lintas sektor melibatkan berbagai instansi, dari BBPJN, KSOP, Pelindo, Pemerintah Provinsi Kaltim, DPRD hingga aparat penegak hukum.

"Saya sudah koordinasi dengan pihak Kantor Gubernur, DPRD, dan instansi terkait. Rapat harus digelar paling lambat lusa. Ini soal keselamatan publik, tidak bisa ditunda-tunda," ujar Sapto.

Sebagai salah satu infrastruktur strategis, Jembatan Mahakam I memainkan peran vital dalam mendukung mobilitas dan aktivitas ekonomi Samarinda serta Kalimantan Timur (Kaltim).

Ribuan kendaraan melintasi Jembatan Mahakam I setiap hari, menjadikan jembatan ini sebagai urat nadi utama wilayah tersebut.

Dari kerusakan yang kembali terjadi, berbagai pihak menyerukan agar langkah cepat dan tegas segera diambil untuk mencegah potensi bencana lebih besar.

"Kalau tidak ada ketegasan sekarang, kita hanya tinggal menunggu waktu sampai tragedi besar terjadi. Jangan sampai ada korban baru semua bergerak," pungkas Sapto.

Load More