Denada S Putri
Sabtu, 16 Agustus 2025 | 15:31 WIB
Salah satu warga memasang bendera Jolly Roger dari One Piece. [Ist]

Menurutnya, pengibaran bendera One Piece merupakan ekspresi kekecewaan masyarakat terhadap kepemimpinan nasional maupun daerah.

“Ada fenomena menarik yang dimunculkan oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam bentuk tindakan atau ekspresi kekecewaan terhadap kinerja, terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah, baik itu nasional maupun daerah,” kata Bahtiar.

Ia menjelaskan, kekecewaan publik lahir dari janji-janji politik yang tak ditepati dan kebijakan yang justru membebani rakyat, seperti kenaikan pajak, pengambilalihan tanah, hingga pengesahan aturan yang dianggap merugikan.

Karena kanal formal sulit diakses, ekspresi perlawanan akhirnya muncul lewat simbol populer.

“Nah, sosok para tokoh di One Piece sendiri memang menarik karena ada tokoh yang dianggap gigih berusaha melawan kekuasaan besar, yang ingin menguasai wilayah tertentu. Secara prinsip, ada perlawanan terhadap sesuatu yang susah dilawan. Kalau diilustrasikan ke kita, ya susah melawan kekuasaan yang sedang berkuasa,” jelasnya.

Menurut Bahtiar, fenomena ini sebaiknya dibaca sebagai kritik publik yang konstruktif.

“Perlu ada reaksi yang positif dari pemerintah, baik presiden maupun kepala daerah, bahwa bendera One Piece itu bisa dimaknai sebagai salah satu bentuk kritik terhadap pemerintah. Sehingga pemerintah dapat memberikan penjelasan mengenai kebijakan-kebijakan mereka,” sarannya.

Simbol, Pop Culture, dan Demokrasi

Fenomena bendera One Piece membuktikan bahwa simbol populer dapat menjadi bahasa alternatif anak muda dalam menyampaikan kritik.

Baca Juga: Satu Kecamatan, Satu Koperasi Merah Putih: Target Baru Pemkab Paser

Reaksi keras dari aparat justru menegaskan rapuhnya ruang demokrasi kita, di mana kritik simbolik dianggap ancaman.

Seperti di dunia One Piece, kekuasaan yang represif pada akhirnya selalu menghadapi perlawanan kolektif.

Bagi generasi muda Indonesia, bendera bergambar tengkorak bukan sekadar simbol bajak laut fiksi, tetapi juga alarm sosial bahwa masih ada jarak antara rakyat dengan penguasa.

Kontributor: Giovanni Gilbert

Load More