Denada S Putri
Rabu, 27 Agustus 2025 | 19:56 WIB
Ilustrasi warga Balikpapan. [Ist]

SuaraKaltim.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan menegaskan bahwa kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2025 tidak akan hilang begitu saja.

Dana tersebut akan diperlakukan sebagai kompensasi pengurang kewajiban pajak di tahun-tahun berikutnya.

Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BPPDRD) Balikpapan, Idham Mustari, memastikan mekanisme ini berlaku mulai PBB 2026.

Hal itu disampaikan Idham saat dikonfirmasi melalui panggilan telepon, Rabu, 26 Agustus 2025.

“Warga yang sudah membayar akan kita kompensasi di tahun depan menjadi faktor pengurang PBB 2026. Kalau selisihnya masih besar, kompensasi dilanjutkan hingga lunas,” jelas Idham disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com.

Ia menambahkan, besaran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) 2025 tetap sama dengan 2024 sehingga tarif PBB tidak naik.

Namun, konsekuensinya, daerah berpotensi kehilangan pendapatan Rp 20-25 miliar. Hingga akhir Agustus, realisasi PBB 2025 tercatat Rp 110 miliar dari target Rp150 miliar.

Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, turut menegaskan bahwa kelebihan bayar tidak dapat dikembalikan dalam bentuk tunai.

“Penyelesaian PBB P2 tahun 2025 tidak diberlakukan, yang berlaku adalah PBB tahun 2024. Kompensasi diberikan di tahun berikutnya,” ucap Bagus.

Baca Juga: Gejolak PBB Balikpapan, Pemkot Putuskan Tunda Penyesuaian Tarif

Ia menambahkan, pola ini bukan hal baru karena sudah pernah dijalankan sebelumnya.

“Kami tidak akan mengambil uang yang sudah dibayarkan. Semua harus berjalan sesuai aturan dan tupoksi,” ujarnya saat menemui aksi warga yang menolak kenaikan PBB di halaman kantor wali kota, Senin, 25 Agustus 2025.

Meski ada jaminan dari pemerintah kota, sebagian warga tetap mempertanyakan transparansi kebijakan ini.

Vera, perwakilan Serikat Buruh Balikpapan, menyebut penundaan pengembalian membuat masyarakat dirugikan.

“Kalau warga membayar Rp1 juta, padahal seharusnya hanya Rp 200 ribu, maka kelebihan Rp800 ribu tidak boleh ditahan sampai setahun. Itu bisa dianggap sebagai pinjaman modal,” sebutnya.

Vera juga menyoroti potensi dana mengendap di kas daerah yang dinilai tidak adil bagi masyarakat.

Load More