-
Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud mengusulkan pengerukan Sungai Mahakam untuk mengurangi risiko banjir akibat sedimentasi yang menumpuk selama dua dekade terakhir.
-
Wali Kota Samarinda Andi Harun menilai solusi utama justru ada pada pengerukan Sungai Karang Mumus (SKM), karena lebih berdampak langsung terhadap pengendalian banjir di wilayah perkotaan.
-
Pengamat Universitas Mulawarman Warsilan menekankan perlunya pendekatan terpadu berbasis daerah aliran sungai (DAS) serta kolaborasi antara pemerintah provinsi dan kota agar penanganan banjir Samarinda tidak berjalan parsial.
SuaraKaltim.id - Persoalan banjir di Kalimantan Timur (Kaltim), terutama di Kota Samarinda, kembali menjadi sorotan seiring datangnya musim hujan.
Beragam gagasan muncul dari para pemangku kebijakan untuk mencari solusi jangka panjang terhadap bencana tahunan tersebut.
Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud sebelumnya mengajukan rencana pengerukan Sungai Mahakam sebagai langkah strategis mengurangi risiko banjir.
Ia menilai penumpukan sedimentasi selama lebih dari dua dekade telah menurunkan kapasitas sungai dalam menampung air.
Usulan itu disambut baik oleh Wali Kota Samarinda Andi Harun, meski ia menilai langkah tersebut belum menyentuh akar persoalan banjir di wilayahnya.
“Pengerukan Sungai Mahakam lebih relevan untuk kepentingan pelayaran dibandingkan pengendalian banjir,” ujar Andi Harun, dikutip dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Minggu, 2 November 2025.
Menurutnya, kasus kapal tersangkut akibat pendangkalan memang menjadi perhatian, tetapi untuk mengatasi banjir di Kota Tepian, pengerukan Sungai Karang Mumus (SKM) jauh lebih berdampak langsung.
Pandangan berbeda ini turut mendapat sorotan dari Warsilan, pengamat perencanaan wilayah dan kota dari Universitas Mulawarman.
Ia melihat adanya perbedaan sudut pandang antara pemerintah provinsi dan kota dalam menangani persoalan banjir.
Baca Juga: Kaltim Genjot Potensi Ekonomi Sungai Mahakam Sambil Tunggu Restu Pusat
“Pengendalian banjir di Samarinda sangat dipengaruhi oleh pengerukan Sungai Karang Mumus (SKM), serta sungai-sungai kecil lainnya,” imbuhnya.
Warsilan menjelaskan bahwa solusi banjir harus mempertimbangkan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) secara menyeluruh.
Pendekatan terpadu dan berbasis wilayah menjadi kunci agar kebijakan yang dijalankan tidak parsial.
“Salah satu pendekatan yang bisa digunakan adalah pembangunan embung, yakni wadah penampungan sementara yang menahan air dari hulu agar tidak langsung turun ke bawah,” tuturnya.
Ia juga menekankan pentingnya memahami kondisi geografis Samarinda, di mana hujan deras yang berbarengan dengan pasang sungai sering kali membuat genangan sulit surut.
“Kalau hujan terjadi saat air sungai sedang tinggi, genangan bisa bertahan selama berjam-jam. Pompa air pun sering tidak berfungsi optimal karena posisi air sungai lebih tinggi dari saluran pembuangan kota,” jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Bedak Viva Terbaik untuk Tutupi Flek Hitam, Harga Mulai Rp20 Ribuan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- Mulai Hari Ini! Sembako dan Minyak Goreng Diskon hingga 25 Persen di Super Indo
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Sekelas Brio untuk Keluarga Kecil
- Sabrina Chairunnisa Ingin Sepenuhnya Jadi IRT, tapi Syaratnya Tak Bisa Dipenuhi Deddy Corbuzier
Pilihan
-
Jokowi Takziah Wafatnya PB XIII, Ungkap Pesan Ini untuk Keluarga
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
-
Terungkap! Ini Lokasi Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
Terkini
-
Raffi Ahmad ke Tambak! KKP Gandeng The Dudas-1 Promosikan Perikanan Modern
-
Perawatan Jalan Tol Bukan Gangguan, tapi Upaya Jasamarga Jaga Keamanan Pengguna
-
Soal Polemik Air Kemasan, DPR Ajak Publik Pahami Proses Ilmiahnya
-
Logo Berubah, Loyalitas Tak Bergeser: Projo Masih Bersama Jokowi
-
Budi Arie Ajak Projo Kawal Pemerintahan Prabowo dan Gibran