Denada S Putri
Kamis, 20 November 2025 | 12:28 WIB
Hetifah Sjaifudian saat menyerap aspirasi terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). [SuaraKaltim.id/Giovanni Gilbert]
Baca 10 detik
  • Komisi X DPR RI menyerap langsung aspirasi pendidikan dari Kaltim sebagai bahan penyempurnaan RUU Sisdiknas, termasuk masukan dari guru, orang tua, akademisi, dan OPD terkait.

  • Kesenjangan kewenangan dan layanan pendidikan masih terjadi, terutama antara Kemendikbudristek dan Kemenag, sehingga diperlukan regulasi payung yang adil, inklusif, dan tidak diskriminatif.

  • Isu strategis yang mengemuka mencakup pendidikan inklusif, distribusi dan perlindungan guru, serta kesiapan pendamping ABK, yang semuanya diharapkan mendapat penguatan dalam RUU Sisdiknas.

SuaraKaltim.id - Upaya penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) kembali menempatkan kebutuhan daerah sebagai perhatian utama.

Hal ini terlihat ketika Komisi X DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Balai Guru Penggerak (BGTK) Kalimantan Timur (Kaltim), Samarinda, pada Rabu, 19 November 2025, untuk menghimpun masukan langsung dari para pemangku kepentingan pendidikan.

Forum yang digelar BGTK mempertemukan beragam pihak, mulai dari OPD pendidikan, akademisi, guru, tenaga kependidikan hingga perwakilan orang tua.

Mereka menyampaikan persoalan riil yang sehari-hari dihadapi sekolah dan daerah dalam menjalankan layanan pendidikan.

Hetifah Sjaifudian, anggota Komisi X yang memimpin dialog, menegaskan arti penting suara daerah dalam proses penyusunan regulasi payung pendidikan.

“Kami mengapresiasi BGTK yang sudah mempertemukan berbagai stakeholder dari Kaltim. Dialognya sangat konstruktif dan kaya dengan masukan daerah, baik berupa praktik baik maupun masalah yang masih perlu solusi,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa penyelenggaraan pendidikan tidak hanya tanggung jawab pusat, tetapi juga harus sinkron dengan pemerintah provinsi, kabupaten/kota, serta lembaga pendidikan keagamaan.

Menurutnya, tumpang tindih kewenangan antara Kemendikbudristek dan Kemenag masih memunculkan kesenjangan di lapangan.

“Ketika bicara sistem pendidikan nasional, ternyata masih ada kesenjangan yang harus kita carikan jalan keluarnya. Karena itu undang-undang ini menjadi penting sebagai payung hukum agar tidak ada lagi diskriminasi, termasuk bagi pendidikan berbasis agama seperti madrasah dan pesantren,” katanya.

Baca Juga: Hetifah Tekankan Pentingnya Satgas Anti-Kekerasan di Perguruan Tinggi

RUU Sisdiknas 2025 sendiri bakal menyatukan sejumlah aturan yang selama ini berjalan terpisah, seperti UU Sisdiknas 2003 dan UU Guru dan Dosen.

Sejumlah isu strategis seperti status dan distribusi guru, pendanaan 20 persen, dan penegasan peran pemerintah daerah menjadi sorotan peserta pertemuan.

Salah satu topik yang banyak disuarakan adalah peningkatan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah reguler. Hetifah menyebut bahwa RUU ini memberi ruang lebih besar pada pendidikan inklusif.

“Kami ingin ada bab khusus tentang inklusivitas. Anak-anak dengan kebutuhan khusus harus mendapatkan pendekatan yang tepat, dan guru pendampingnya perlu dipastikan kompetensinya,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa akses pendidikan bagi penyandang disabilitas harus diikuti kesiapan tenaga pendamping.

“Kita harus memastikan guru-guru pendamping terlatih dan dilindungi,” lanjutnya.

Load More