Buntut Sidak, Proses Rekrutmen Ratusan Honorer DPRD Samarinda Dipertanyakan

Menurut Castro postur PTTH dan PTTB di sekretariat DPRD yang terlalu besar. Jumlah 387 orang PTTH itu delapan kali lipat dari jumlah anggota DPRD Samarinda.

Sapri Maulana
Selasa, 30 Maret 2021 | 18:36 WIB
Buntut Sidak, Proses Rekrutmen Ratusan Honorer DPRD Samarinda Dipertanyakan
Wali Kota Samarinda Andi Harun menunjukkan daftar hadir pegawai honorer DPRD Samarinda, ia menduga ada dugaan manipulasi terhadap keabsenan. Sebab, absen sore sudah diisi sebelum waktunya dan banyak pegawai tak nampak. [Istimewa/SuaraKaltim.id]

SuaraKaltim.id - Pengamat Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah menanggapi hasil inspeksi mendadak atau sidak oleh Wali Kota Samarinda Andi Harun di Sekretariat DPRD. Dalam sidak ditemukan ketidaksesuaian keabsenan pegawai. Bahkan diketahui, ada ratusan pegawai honorer.

Diduga siluman karena sejumlah daftar hadir sudah terisi hingga sif kerja sore, sebelum waktunya. Padahal sejumlah ruangan terlihat kosong.

"Itu memalukan menurut saya. Kok bisa masih ada kantor lembaga negara yang menggunakan sistem absensi manual? Jadi kalau ada temuan, itu tidak mengherankan,"kata Herdiansyah Hamzah dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp, Selasa (30/03/2021).

Castro sapaan akrabnya, menjelaskan masalah seperti itu bukan hanya karena sistem keabsenan, tapi juga masalah budaya kerja.

Baca Juga:Dugaan Absen Siluman, DPRD Samarinda Ungkap Sulitnya Tertibkan Honorer

Pengamat Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah alias Castro. [Istimewa]
Pengamat Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah alias Castro. [Istimewa]

Menurutnya kedisiplinan yang buruk para pegawai, bisa jadi merupakan cerminan dari pimpinannya.

"Karena itu mesti ada oto kritik terhadap kinerja, bukan hanya pegawainya, tapi juga keseluruhan kinerja lembaga," ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, ada hal lain yang lebih urgen selain absensi.

Yakni jumlah dari Pegawai Tidak Tetap Harian (PTTH) berjumlah total 387 orang, kemudian Pegawai Tidak Tetap Bulanan (PTTB) 39 orang dan aparatur sipil negara (ASN) 59 orang.

Menurutnya postur PTTH dan PTTB di sekretariat DPRD yang terlalu besar. Jumlah 387 orang PTTH itu delapan kali lipat dari jumlah anggota DPRD.

Baca Juga:Wali Kota Andi Harun Sidak ke DPRD Samarinda, Kaget Liat Absensi

Belum termasuk puluhan PTTB lainnya.

"Jadi gedung DPRD itu sudah serupa pasar. Bagus kalau semua bekerja. Lha kalau non job semua? Jadi sidak ini setidaknya membongkar borok rekrutmen PTTH dan PTTB di DPRD," lugasnya.

Olehnya itu lanjut Castro, ke depan, sistem rekrutmen ini perlu dibenahi. Jangan sampai rekrutmen justru dijadikan lapak bagi oknum tertentu yang sarat dengan nepotisme.

Sementara untuk pengisian formasi pegawai perlu didasari dengan analisis kebutuhan pegawai.

Supaya terukur pos mana saja yang harus diisi dan berapa kuota yang dibutuhkan.

"Jadi postur pegawainya terukur dan jelas kebutuhannya apa. Kalau cuma asal rekrut tanpa analisis itu, ya jadi perkampungan gedung DPRD itu. Hanya akan semakin membebani anggaran daerah pada akhirnya," tegasnya.

Ditanya mengenai regulasi kode etik pegawai. Castro mengatakan regulasinya pegawai cukup banyak.

Mulai dari UU 5/2014 tentang ASN, PP 42/2004 tentang pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS, PP 53/2010 tentang disiplin PNS, hingga peraturan tingkat lokal yang mengatur etika pegawai pemkot, yakni Perwali Nomor 11/2012 tentang Kode Etik Pegawai Pemkot Samarinda.

Mengenai absensi manual, Sekretaris DPRD Samarinda Agus Tri menjelaskan, mulanya absensi sudah menggunakan finger print termasuk PPTH.

Tapi karena pandemi covid-19 pihaknya mengubah kebijakan dengan memberlakukan absensi manual di setiap ruangan.

Ternyata banyak ditemukan penyimpangan seperti absensi yang diwakilkan. Kemudian absensi sore yang sudah diisi sebelum jam kerja selesai.

"Ini akan kami evaluasi dalam kurun waktu satu minggu kedepan," terangnya.

Diberitakan sebelumnya, salah satu alasan ketidakhadiran sejumlah penjabat karena pegawai karena kebijakan work from home (WHF).

Tetapi kata Agus Tri bahwa kebijakan itu lagi dievaluasi.

Dia mengakui memang sebelumnya ada beberapa anggota dewan yang terpapar Covid-19 kemudian ada beberapa staf sekretariat juga.

Akhirnya sempat beberapa staf isolasi mandiri.

Namun kebijakan itu sudah dicabut. Tidak berlaku semenjak kepemimpinan Andi Harun.

Diisyaratkan WFH itu tidak secara mutlak karena betul-betul melihat tingkat risiko.

"Tapi sebagian besar hal ini (ketidakhadiran) terjadi karena betul-betul tidak disiplinnya pegawai," tutupnya.

Kontributor : Jifran

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini