SuaraKaltim.id - Meski sudah diresmikan Presiden Joko Widodo sejak 24 Agustus lalu, ganti rugi warga pemilik lahan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam) hingga kini belum menemui titik terang.
Terbaru, sejumlah warga di RT 37, Kelurahan Manggar, kembali melakukan aksi menutup ruas Jalan Tol Balsam Kilometer 6, Kelurahan Manggar, Balikpapan Timur, Senin (25/10/2021) pagi.
Tuntutan mereka hanya satu, pemerintah segera membayar ganti rugi lahan, yang sudah beberapa tahun belakangan menggantung.
Hermin, salah satu warga mengaku geram dengan sikap pemerintah. Ia menilai, pemerintah tak serius menangani persoalan ganti rugi lahan ini. Padahal, lanjut dia, warga sudah sangat kooperatif sedari proyek pembangunan jalan dimulai.
Baca Juga:Punya Gelar Kota Paling Bersih Se-ASEAN, Tak Semua Wilayah di Balikpapan Punya Bank Sampah
“Kemarin ada pertemuan dengan Pemerintah Kota Balikpapan. Janjinya 12 hari setelah pertemuan akan ada penyelesaian, buktinya sampai sekarang tidak ada,” ujarnya dengan nada kecewa.
Ia yang dua bidang lahannya terkena pembebasan, bahkan mengancam aksi penutupan akses akan terus dilakukan jika pemerintah tak kunjung membayar ganti rugi.
“Kalau perlu saya timbun lagi jalan ini dengan tanah, saya tanami lagi seperti dulu,” ancamnya.
Fony Malisa, warga lain menambahkan, selama ini warga tak pernah menuntut harga tertentu dalam proses pembebasan lahan. “Kami dari awal selalu kooperatif, harga ditentukan sepihak pemerintah, kami tidak pernah protes. Tapi kenapa sampai sekarang justru kami dipersulit,” kata dia.
Kuasa hukum warga, Yesayas Rohi mengatakan, berdasarkan hasil pertemuan dengan Pemkot Balikpapan, awal September lalu, warga diminta menunggu 12 hari untuk proses penyelesaian. Namun faktanya, hingga 12 hari kedua, pemerintah tak kunjung memberi kejelasan.
Baca Juga:Potensi Ekspor dan Nilai Jual Tinggi, Bertani Porang Dianggap Alternatif di Masa Covid-19
“Bahkan ini sudah masuk dua bulan, warga tak kunjung mendapat kabar. Saya mencoba memaklumi sikap warga yang kembali menutup jalan tol,” ujar Yesayas.
Dia menyebut, kunci utama penyelesaian kasus ini ada di Pemkot Balikpapan. Sebab, selama ini yang jadi soal adalah penentuan wilayah. Ia juga menampik adanya kabar tumpang tindih lahan.
“Kan ada yang menganggap lahan ini masuk Balikpapan Utara, padahal kan ini masuk Balikpapan Timur. Sebenarnya kalau ini klir, tidak ada masalah lagi,” tutur dia.
Jika persoalan wilayah ini bisa disikapi sedari awal, Yesayas menilai uang ganti rugi tak perlu sampai dititipkan di pengadilan.
Kontributor: Setiawan