SuaraKaltim.id - Kenaikan harga sawit bisa saja terjadi dalam 2 bulan ke depan. Asal beberapa asumsi bisa terpenuhi.
Hal itu disampaikan Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Bisnis Unmul, Muhammad Ikbal belum lama ini. Yah, beberapa petani sawit di Kaltim memang mengeluhkan soal harga tandan buah segar (TBS) yang sangat rendah.
“Seperti konsumsi minyak goreng kembali normal, baik dalam negeri ataupun luar negeri. Seperti China dan India sebagai konsumen terbesar minyak goreng dari Indonesia,” katanya, melansir dari ANTARA, Kamis (30/6/2022).
Kemudian adanya kebijakan pemerintah yang mengeluarkan subsidi terhadap minyak goreng. Sehingga, harganya kembali normal Rp 14 ribu dan pabrik beroperasi kembali, sehingga permintaan kembali menjadi normal. Dengan begitu, harga sawit juga akan naik.
Baca Juga:Petani Sawit Kirim Surat ke Jokowi Efek Harga TBS Turun: Tolong Tanggung Jawab
Ia menjelaskan, secara teoritis jika harga sawit turun maka harga minyak goreng turun. Namun, pada kenyataannya hal tersebut belum tentu terjadi.
Karena, katanya memang para industri tentu akan menahan minyak goreng tersebut dengan mencoba untuk mempertahankan harga agar bisa lebih tinggi, sesuai dengan harga pasar dalam 1 atau 2 bulan terakhir, yaitu sekitar Rp 25 ribu per liter.
Dikemukakannya, harga sawit mengalami penurunan yang cukup drastis dalam 1 minggu terakhir di beberapa daerah penghasil sawit di Indonesia. Seperti Sumatera dan Kalimantan. Bahkan mencapai angka Rp 600 per kilogram (kg).
"Padahal sebelumnya memang sempat dijual dengan harga Rp2.800. Artinya penurunan ini sangat tajam dan mengagetkan bagi para petani sawit di beberapa daerah di Indonesia," tuturnya.
Ia menyebutkan, ada 3 faktor penyebab turunnya harga minyak goreng. Pertama, faktor dari pasar global yang memang mengalami penurunan sangat signifikan, dari sebelumnya 1.500 USD per ton menjadi 1.440 USD per ton, terhitung sekitar tanggal 22 Juni 2022.
Baca Juga:Harga TBS Sawit Anjlok, Petani Kirim Surat ke Presiden Jokowi
Faktor kedua katanya adalah di mana saat ini menjelang Idul Adha. Sehingga, di beberapa daerah yang merayakan Idul Adha tentu membutuhkan uang.
"Karena para petani butuh uang maka mereka menjual seadanya, yang penting dapat uang dalam jangka waktu pendek," ungkapnya.
Sementara faktor ketiga ialah permintaan pabrik yang menurun. Beberapa pabrik di Kalimantan dan Sumatera melakukan penutupan sementara yang berdampak pada turunnya permintaan.
"Sehingga, secara ekonomi jika permintaan menurun maka harganya mengalami penurunan. Penutupan pabrik ini disebabkan oleh permintaan luar negeri yang menurun juga terhadap konsumsi kelapa sawit, khususnya di China dan India," jelasnya.