Kasus Ismail Bolong Disebut Fenomena Gunung Es, Tambang Ilegal di Kaltim Ada Ratusan

LBH Samarinda melaporkan praktek tambang ilegal. Tapi laporan sering tidak berprogres.

Denada S Putri
Senin, 28 November 2022 | 15:43 WIB
Kasus Ismail Bolong Disebut Fenomena Gunung Es, Tambang Ilegal di Kaltim Ada Ratusan
Ilustrasi tambang ilegal di Kaltim. [Istimewa]

SuaraKaltim.id - Presiden Jokowi diminta turun tangan menyelesaikan kasus tambang ilegal di Kaltim yang diduga melibatkan banyak petinggi Polri aktif.

Sebab, kasus pertambangan ilegal di Kaltim merupakan hal jamak dan sudah sering terungkap ke publik. Kasus Ismail Bolong, eks anggota Polri, hanyalah fenomena gunung es.

Selama ini praktek tambang ilegal di Kaltim sudah sering terus terjadi dan berulang, bahkan melibatkan aparat kepolisian. Namun, praktek keterlibatan polisi dalam tambang ilegal tidak pernah direspon.

“Ada keterlibatan oknum tertentu yang membekingi tambang ilegal,” tegas Fathul Huda, dari LBH Samarinda, melansir dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Senin (28/11/2022).

Baca Juga:Analis: Bantahan Kabareskrim terkait Kasus Ismail Bolong Tunjukkan Tidak Hormati Hasil Pemeriksaan

Fathul Huda mengungkapkan, sudah berulangkali LBH Samarinda melaporkan praktek tambang ilegal. Tapi laporan sering tidak berprogres.

Koalisi YLBHI, JATAM Nasional, JATAM Kaltim, LBH Samarinda, WALHI, dan Trend Asia desak Presiden Jokowi tuntaskan kasus tambang ilegal di Kaltim yang diduga melibatkan petinggi Polri. [kaltimtoday.co]
Koalisi YLBHI, JATAM Nasional, JATAM Kaltim, LBH Samarinda, WALHI, dan Trend Asia desak Presiden Jokowi tuntaskan kasus tambang ilegal di Kaltim yang diduga melibatkan petinggi Polri. [kaltimtoday.co]

Bahkan pernah suatu ketika, ada warga yang melaporkan pertambangan ilegal, malah ada intimidasi dari aparat Polsek Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar).

“Laporan tambang ilegal yang dilakukan di dekat kampus UIN Samarinda misalnya, tidak ada respons sama sekali dari kepolisian,” ungkapnya.

Berdasarkan catatan dari JATAM Kaltim, saat ini ada sekitar 160 titik tambang ilegal yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota di Kaltim. Jumlah ini meningkat tajam sejak 2018 yang teridentifikasi ada 3 titik di Samarinda.

Data ini diperoleh dari laporan masyarakat, liputan media, dan temuan langsung JATAM Kaltim di lapangan. Temuan atas aktivitas pertambangan ilegal itu sudah pernah dilaporkan oleh JATAM, termasuk laporan ke presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tapi tak pernah dilakukan penindakan.

Baca Juga:Susno Yakin Kasus Ismail Bolong Bisa Dituntaskan Sepekan: Kita Bersyukur Kapolri Di-back Up Tangan Tuhan

Pertambangan ilegal yang terjadi di Kaltim dimulai dari pertambangan koridor yakni pertambangan yang dilakukan di lokasi tidak berizin, tetapi dihimpit oleh dua lokasi berizin.

Pola penambangan lain yang dilakukan yakni aktivitas penambangan yang dilakukan di atas tambang berizin oleh pihak yang tidak memiliki izin.

Pola ketiga yakni pertambangan ilegal yang dilakukan oleh tambang berizin di wilayah yang dilarang oleh undang-undang.

“Aktivitas pertambangan ilegal ini tidak hanya proses penambangannya, tapi juga pengangkutan dan penjualan,” kata Mareta Sari dari JATAM Kaltim.

Dikatakan Mareta Sari, selama ini proses membeli dan menerima batu bara juga dilakukan secara ilegal. Mesk begitu, saat ini belum bisa diektahui pihak-pihak yang menampung dan membeli batubaranya

JATAM Nasional, ungkapnya, sudah pernah menyurati 15 instansi tentang aktivitas pertambangan ilegal, bahkan warga Kaltim sudah pernah melakukan aksi.

Di Desa Sumbersari dan Dusun Merangan misalnya, masyarakatnya menghadapi masalah aktivitas pengangkutan yang bising, debu, dan jalanan rusak. Tidak hanya aktivitas pertambangan ilegal.

“Aktivitas pertambangan sudah pasti menimbulkan daya rusak baik lingkungan hidup maupun konflik sosial,” ucapnya.

Tambang ilegal, kata dia, sudah jelas tidak punya izin dan dokumen lingkungan hidup. Sehingga sudah pasti tidak menggunakan dokumen lingkungan hidup.

“Ketika pertambangan dilakukan secara ilegal, sudah pasti mereka tidak memiliki metode dan izin limbah, jadi dibuang begitu saja,” tegasnya.

Tak hanya itu, berdasarkan temuan dari Trend Asia, sepanjang 2020-2021, terdapat catatan transaksi dugaan ekspor tambang ilegal ke berbagai negara yang dilakukan oleh perusahaan yang menjadi penadah. Aktivitas pertambangan ilegal ini mengakibatkan kerugian negara yang signifikan.

“Kami menduga, tambang ilegal diekspor ke Korea Selatan, Singapura, dan Vietnam. Kami belum bisa menyebutkan secara eksplisit, tapi pemain lama dan juga ada dugaan pemain besar yang menjadi penadah,” Novita Indri dari Trend Asia.

Di Indonesia, kata Novita Indri, ada celah yang seringkali luput yakni keberadaan surveyor sebelum tambang keluar. Kurangnya penegakan dan transparansi kepada surveyor yang bisa memainkan data atau dokumen.

Lalu katanya, kepada negara yang menerima ekspor tambang ilegal, mereka berarti turut merusak lingkungan dan merugikan negara.

“Ini paket kombo karena para penambang ini setelah mengeruk ditinggal begitu saja, lalu ada potensi kerugian negara karena mengurangi penerimaan negara,” tambahnya.

Koalisi menilai, presiden dan kepolisian seharusnya turun tangan atas permasalahan tambang ilegal ini. Keterlibatan aparat dalam pertambangan ilegal merupakan operasi beking dan terorganisir.

Masifnya pertambangan ilegal yang terjadi di Kaltim menunjukkan bahwa negara tidak punya kendali atau kontrol terhadap sumber daya alam di Indonesia.

“Hampir tidak ada pertambangan ilegal yang terjadi tanpa keterlibatan aparat penegak hukum, karena aktivitas pertambangan ilegal tidak mungkin dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Aktivitas dan pengangkutanya bisa terlihat dengan mata telanjang,” ungkap Satrio Manggala dari WALHI Eknas.

Satri menyebut, ada tiga pola keterlibatan aparat di pertambangan ilegal yakni aparat tutup mata, aparat melakukan beking, atau seperti yang dilakukan Ismail Bolong, menjadi pelaku.

“Tapi jangan sampai ini jadi misleading, aktivitas pertambangan sudah pasti menimbulkan daya rusak, tapi pemerintah jangan sampai kemudian malah memberikan izin bagi penambang ilegal ini,” tegasnya.

Semua temuan itu dinilai Yayasan LBH Indonesia semakin meyakinkan bahwa keterlibatan aparat di aktivitas pertambangan bukan hanya oknum, tapi terorganisir. Bukan hanya di tingkat lokal, karena kalau di tingkat lokal melanggar, seharusnya ada penindakan di tingkat Polda

“Bahkan keterlibatan aparat ini bukan sekadar pelanggaran etik, ini adalah pidana korupsi,” ujar Muhammad Isnur dari Yayasan LBH Indonesia.

Menurut Muhammad Isnur, saat ini polisi sudah kelebihan kekuasaan. Harus ada revolusi kepolisian karena aparat negara yang seharusnya mengayomi atau melakukan penegakan hukum, dia malah melakukan pelanggaran hukum.

“Presiden juga tidak bisa diam saja, Ia harus turun tangan dan harus berani menyatakan perang terhadap penambangan ilegal. Jadi masalah tambang ilegal tidak boleh hanya berhenti pada Ismail Bolong, tetapi ini harus menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus lain,” tegas dia.

Melihat adanya fenomena ini, YLBHI, JATAM Nasional, JATAM Kaltim, LBH Samarinda, WALHI, dan Trend Asia menuntut:

  1. Presiden Jokowi agar memerintahkan Kapolri untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana pertambangan ilegal di Kaltim secara serius, terbuka, profesional, dan akuntabel.
  2. KPK dan Kejaksaan Agung untuk mengusut dugaan korupsi tambang ilegal di Kaltim.
  3. Kompolnas RI untuk mengusut secara serius dan terbuka mengenai keterlibatan perwira polisi yang disebut-sebut dalam pusaran tambang ilegal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini