Di Desa Sumbersari dan Dusun Merangan misalnya, masyarakatnya menghadapi masalah aktivitas pengangkutan yang bising, debu, dan jalanan rusak. Tidak hanya aktivitas pertambangan ilegal.
“Aktivitas pertambangan sudah pasti menimbulkan daya rusak baik lingkungan hidup maupun konflik sosial,” ucapnya.
Tambang ilegal, kata dia, sudah jelas tidak punya izin dan dokumen lingkungan hidup. Sehingga sudah pasti tidak menggunakan dokumen lingkungan hidup.
“Ketika pertambangan dilakukan secara ilegal, sudah pasti mereka tidak memiliki metode dan izin limbah, jadi dibuang begitu saja,” tegasnya.
Baca Juga:Analis: Bantahan Kabareskrim terkait Kasus Ismail Bolong Tunjukkan Tidak Hormati Hasil Pemeriksaan
Tak hanya itu, berdasarkan temuan dari Trend Asia, sepanjang 2020-2021, terdapat catatan transaksi dugaan ekspor tambang ilegal ke berbagai negara yang dilakukan oleh perusahaan yang menjadi penadah. Aktivitas pertambangan ilegal ini mengakibatkan kerugian negara yang signifikan.
“Kami menduga, tambang ilegal diekspor ke Korea Selatan, Singapura, dan Vietnam. Kami belum bisa menyebutkan secara eksplisit, tapi pemain lama dan juga ada dugaan pemain besar yang menjadi penadah,” Novita Indri dari Trend Asia.
Di Indonesia, kata Novita Indri, ada celah yang seringkali luput yakni keberadaan surveyor sebelum tambang keluar. Kurangnya penegakan dan transparansi kepada surveyor yang bisa memainkan data atau dokumen.
Lalu katanya, kepada negara yang menerima ekspor tambang ilegal, mereka berarti turut merusak lingkungan dan merugikan negara.
“Ini paket kombo karena para penambang ini setelah mengeruk ditinggal begitu saja, lalu ada potensi kerugian negara karena mengurangi penerimaan negara,” tambahnya.
Koalisi menilai, presiden dan kepolisian seharusnya turun tangan atas permasalahan tambang ilegal ini. Keterlibatan aparat dalam pertambangan ilegal merupakan operasi beking dan terorganisir.
Masifnya pertambangan ilegal yang terjadi di Kaltim menunjukkan bahwa negara tidak punya kendali atau kontrol terhadap sumber daya alam di Indonesia.
“Hampir tidak ada pertambangan ilegal yang terjadi tanpa keterlibatan aparat penegak hukum, karena aktivitas pertambangan ilegal tidak mungkin dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Aktivitas dan pengangkutanya bisa terlihat dengan mata telanjang,” ungkap Satrio Manggala dari WALHI Eknas.
Satri menyebut, ada tiga pola keterlibatan aparat di pertambangan ilegal yakni aparat tutup mata, aparat melakukan beking, atau seperti yang dilakukan Ismail Bolong, menjadi pelaku.
“Tapi jangan sampai ini jadi misleading, aktivitas pertambangan sudah pasti menimbulkan daya rusak, tapi pemerintah jangan sampai kemudian malah memberikan izin bagi penambang ilegal ini,” tegasnya.
Semua temuan itu dinilai Yayasan LBH Indonesia semakin meyakinkan bahwa keterlibatan aparat di aktivitas pertambangan bukan hanya oknum, tapi terorganisir. Bukan hanya di tingkat lokal, karena kalau di tingkat lokal melanggar, seharusnya ada penindakan di tingkat Polda