Pengaruh Agama Hindu hingga Islam di Kebudayaan Orang Dayak

Ada pula kepercayaan dari agama lain yang mempengaruhi kebudayaan masyarakat Dayak di Kalimantan.

Denada S Putri
Jum'at, 24 November 2023 | 14:30 WIB
Pengaruh Agama Hindu hingga Islam di Kebudayaan Orang Dayak
Budaya gotong royong masyarakat Suku Dayak Basap. [Ist]

SuaraKaltim.id - Masyarakat Dayak di Kalimantan saat ini hidup berdampingan dengan berbagai suku bangsa lain yang melakukan asimilasi dengan penduduk setempat. Kepercayaan asli masyarakat Dayak bernama Kaharingan yang diberikan oleh Damang Y. Salilah sejak zaman kependudukan Jepang.

Kepercayaan Kaharingan dapat digolongkan sebagai agama dinamisme yang bersifat monoteistis. Mereka percaya bahwa segala benda dan makhluk memiliki jiwa dan bahwa satu Tuhan, yaitu Ranying Hatala (Mahasara) Langit-lah yang menciptakan segala isi alam semesta.

Meski demikian, ada pula kepercayaan dari agama lain yang mempengaruhi kebudayaan masyarakat Dayak di Kalimantan:

Pengaruh Kebudayaan Hindu

Baca Juga:Mengenal Burung Enggang yang Disebut Filosofi Kehidupan Suku Dayak

Beberapa unsur dan kebudayaan dari agama Hindu sudah terserap ke dalam kepercayaan dan kebudayaan masyarakat Kalimantan, tetapi dengan penyesuaian.

Awalnya, pengaruh kebudayaan Hindu ini dibawa pada zaman kerajaan Majapahit dan Negara Dipa seperti kebiasaan menyabung ayam, pembakaran mayat, dan konsep mengenai penguasa tetinggi.

Pengaruh Kebudayaan Cina

Selain kebudayaan Hindu, masyarakat Dayak di Kalimantan juga ikut terpengaruh dengan beberapa kebudayaan Cina.

Misalnya barang keramik seperti guci Cina yang dibawa para pedagang Cina yang singgah di Kalimantan dalam perjalanan ke Pulau Jawa.

Baca Juga:Asal Usul Tuhan Menurut Kepercayaan Suku Dayak Benuaq di Kaltim

Pengaruh Kebudayaan Islam

Pengaruh Kebudayaan Islam oleh masyarakat Dayak di Kalimantan ikut berkembang secara nyata karena para pemeluk agama Islam sampai merubah identitas mereka.

Mereka tidak lagi menganggap diri mereka orang Dayak dan tidak lagi mau menggunakan bahasa setempat.

Mereka menyebut diri mereka sebagai orang Banjar dan sebagai bahasa pengantar mereka menggunakan bahasa Banjar.

Dengan masuknya agama Islam, mereka juga jadi mengenal tulisan-tulisan Arab yang kemudian digunakan untuk menulis syair-syair atau hikayat-hikayat yang selama ini mereka kenal.

Kontributor: Maliana

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini