SuaraKaltim.id - Ratusan warga yang bermukim di 4 desa lingkar Ibu Kota Nusantara (IKN) menggelar aksi massa di dua tempat, Rabu (22/05/2024) siang. Aksi ini digelar lantaran warga merasa ditipu oleh pemerintah.
Sekitar 200 warga yang menggelar aksi massa tersebut berasal dari 4 desa lingkar IKN yakni Pemaluan, Rico, Maridan, dan Telemow. Mereka menyambangi Kantor Bupati PPU dan Kantor ATR-BPN di Penajam.
Salah seorang koordinator aksi Alimuddin (38) mengatakan, aksi mulanya digelar di Kantor Bupati PPU. Di sana warga minta dipertemukan dengan Pj Bupati PPU, Makmur Marbun, tuntutan bisa disampaikan langsung.
Setidaknya ada 5 tuntutan yang ingin disampaikan warga. Pertama, menuntut pemerintah mencabut status Hak Guna Usaha (HGU) terhadap lahan warga. Kedua, status lahan warga di sertifikat harus diubah dari hak pakai menjadi hak milik.
Baca Juga:100.000 Fresh Graduate Disiapkan untuk IKN, Siap Pindah Setelah 17 Agustus?
Ketiga, menghapus Bank Tanah dari PPU, yang dalam catatan warga sebut sebagai "penjajah". Keempat, menuntut transparansi dalam administrasi dan pencatatan pertanahan.
Kelima, meminta pemerintah menerapkan biaya administrasi mengurus legalitas lahan yang jelas dan menetapkan kapan waktu penyelesaiannya.
"Kami datang hanya menuntut keadilan atas hak milik kami," kata Alimuddin, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Kamis (23/05/2024).
Sayangnya keinginan warga untuk bertemu Pj Bupati tak dipenuhi. Lama menunggu di halaman Kantor Bupati, yang menyambangi warga justru sekretaris daerah alih-alih Pj Bupati.
Kala itu Sekda mengatakan bahwa pemda setempat tak bisa memenuhi tuntutan warga. Alasannya, pencatatan tanah dan pembuatan legalitas bukan kewenangan pemda tapi pemerintah pusat dalam hal ini ATR-BPN.
Baca Juga:Jelajahi Kuliner IKN: Menemukan Gula Jengkol yang Unik
"Kami ini kan warga mereka. Masa tidak ada hal bisa dilakukan untuk membantu warganya sendiri," sesal Alimuddin.
Lantaran kecewa dengan keterangan Pemda PPU, peserta aksi kemudian bergerak ke Kantor ATR-BPN PPU. Di sana mereka menuntut hal yang sama, namun ketika tiba, warga lagi-lagi tak bisa bertemu pimpinan ATR-BPN PPU. Lantaran pimpinan sedang tugas keluar kota.
"Kami merasa seperti diping-pong," kesal pria asli Pemaluan ini.
Alimuddin mengatakan, pada prinsipnya apa yang dituntut warga adalah hak mendasar: hak warga. Tak ada muluk-muluk dari itu.
Warga meminta pemerintah tidak sewenang-wenang menetapkan lahan warga sebagai HGU. Sebab lahan yang ditetapkan itu sudah lama dimiliki, warisan keluarga secara turun temurun. Ini juga bisa dibuktikan dengan keberadaan tumbuhan sawit dan buah-buahan yang sudah belasan, bahkan puluhan tahun tumbuh di sana.
Kemudian soal sertifikat lahan yang rupanya hanya jadi hak pakai bukan hak milik. Alimuddin dan warga lain merasa ditipu pemerintah lantaran mereka tahu bahwa kekuatan hak milik dan hak pakai berbeda.
Hak pakai, kata Alimuddin, kepemilikannya penuh, sesuai nama yang tercantum di sertifikat. Pihak lain tak bisa ganggu-gugat karena jelas itu hak milik.
Sementara hak pakai, sebutnya, hanya seperti dipinjamkan oleh negara. Kapanpun lahan itu bisa diambil seenaknya bila negara membutuhkan. Warga tak terima lahannya berstatus hak pakai karena lahan itu sudah dimiliki lama. Jauh sebelum ada IKN. Bahkan jauh sebelum ada PT Ithi Hutani Manunggal (IHM).
"Jelas beda kekuatannya hak pakai dan hak milik. Kami mau dibodoh-bodohi lagi katanya itu sama, jelas beda," kerasnya.
Sebagai informasi, pada 2021 lalu ATR-BPN PPU meluncurkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Program ini diluncurkan agar seluruh tanah warga memiliki legalitas (sertifikat).
Ada ribuan warga ikut program ini. Kala sosialisasi dan mulai mengumpulkan berkas, ATR-BPN PPU memang tak menjelaskan ke warga, apakah sertifikat akan terbit dalam bentuk hak milik atau hak pakai. Namun karena sudah paham perbedaan keduanya, warga minta sertifikat harus terbit dalam bentuk hak milik.
Belakangan, ketika sertifikat akhirnya terbit, sekitar Maret 2024, rupanya seluruh lahan warga yang ikut program ini terbit dalam bentuk sertifikat hak pakai. Inilah yang kemudian membuat warga kesal, merasa ditipu dan dibodohi pemerintah.
"Mereka (pemerintah) sewenang-wenang. Lahan warga diberi HGU. Kemudian ini lagi (lahan) warga malah dijadikan hak pakai. Benar-benar hak kami tidak diakui. Kurang lebih Rempang ini," tegasnya.
Alimuddin menegaskan, pihaknya tak ada maksud membuat keributan apalagi mengganggu keberadaan IKN. Yang mereka inginkan justru pemerintah tak mengganggu keberadaan warga lokal, biarkan mereka hidup damai, biarkan mereka miliki lahan yang selama ini memang jadi milik warga.
"Hari-hari kami menikmati debu karena pembangunan IKN, anak-anak kami kena debu tiap sekolah. Kalau hujan banyak jatuh karena jalan licin. Masa lahan kami juga mau diambil. Apa yang kami lakukan ini hanya menuntut keadilan untuk menjaga hak kami," bebernya.
"Demo tadi belum membuahkan hasil. Tanggal 28 kami rencana akan datang lagi, dengan peserta lebih banyak, sekitar seribu orang. Kalau tuntutan kami tidak dipenuhi, kami akan demo di proyek IKN," tegasnya.
Peserta aksi lainnya, Yusrizal (50) juga menegaskan bahwa, aksi ini murni hanya menuntut keadilan. Warga merasa kecewa dan merasa ditipu pemerintah usai keluarnya sertifikat lahan yang rupanya berbentuk hak pakai, bukan hak milik.
Kata Yusrizal, bila lahan berstatus hak pakai, maka lahan ini bisa kapan saja diambil pemerintah. Warga tentu merasa ketakutan, sebab masa depan mereka jadi tak pasti. Potensi terusir dari lahan yang selama bertahun-tahun dimiliki bisa saja terjadi.
"Posisi hak milik lebih tinggi (dari hak pakai). Pakai kan sama saja HGU. Suatu saat bisa diambil pemerintah," sebutnya.
Yusrizal mengatakan, kebun dan lahan di mana rumahnya berdiri semuanya ditetapkan sebagai hak pakai. Padahal lahan tersebut, yang terletak di Pemaluan, sudah dimiliki sejak 1990-an. Jauh sebelum PT IHM masuk ke PPU.
"Kecewa kami dengan sikap pemerintah ini," sebutnya.
Seperti Alimuddin, Yusrizal bilang dirinya akan terus memperjuangkan miliknya dan terus menuntut perubahan legalitas di lahannya. Tanggal 28 mendatang dirinya mengaku akan kembali ikut aksi di Penajam.
"Kami akan terus menuntut. Hari ini 200 orang, selanjutnya akan lebih banyak," tandasnya.