SuaraKaltim.id - Seorang siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Samarinda berinisial IN (15), menjadi korban rudapaksa oleh pamannya sendiri selama empat tahun. Kejadian tragis ini bermula sejak tahun 2020, saat IN masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Menurut keterangan yang diperoleh, aksi bejat pamannya pertama kali terjadi ketika ayah IN sedang bekerja dan adik korban tengah sakit. Pamannya datang ke rumah, langsung masuk ke kamar IN, dan menawarkan uang Rp50 ribu dengan syarat IN bersedia disetubuhi. Meskipun IN menolak, pamannya tetap memaksa melakukan perbuatan tersebut, sehingga IN hanya bisa pasrah.
Kasus ini terungkap setelah IN memberanikan diri menceritakan kejadian yang dialaminya kepada teman akrabnya, SF.
"IN cerita sama saya bahwa dirinya telah menjadi korban rudapaksa yang dilakukan oleh pamannya sendiri," ujar SF, seperti dikutip dari Kaltimtoday jejaring suara.com, Jumat (14/6/2024).
Baca Juga:4.973 Dukungan Andi Harun-Saparuddin Diverifikasi Ulang oleh KPU Samarinda
SF kemudian menceritakan kejadian ini kepada temannya yang lain, yang mengenal Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur, Rina Zainun. Melalui perantara tersebut, IN bertemu dengan TRC PPA dan menceritakan secara rinci kronologi kejadian.
"Pertama kali dilakukan pelaku saat ayah IN tengah bekerja dan adik korban sedang sakit. Pamannya ini datang ke rumah, dan langsung masuk ke kamar, mengatakan akan memberikan uang Rp50 ribu jika korban melakukan persetubuhan, tetapi korban menolak. Lantaran korban menolak, akhirnya si paman pun memaksa melakukan hal itu, dan korban takut hingga hanya bisa pasrah," jelas Rina.
Perbuatan terakhir pamannya terjadi pada April 2024 lalu. Akibat perlakuan tersebut, IN mulai jarang pulang ke rumah setelah jam sekolah dan lebih sering menginap di rumah temannya hingga malam hari saat ayahnya pulang kerja.
"Sejak dua bulan lalu, IN tidak langsung pulang ke rumah setelah pembelajaran di sekolah, tetapi ke rumah teman akrabnya. Saat malam dan ayahnya pulang kerja, baru dia pulang," lanjut SF.
Selain menjadi korban rudapaksa, IN juga sering mengalami perundungan oleh teman-temannya di sekolah terkait dengan fisiknya. "Dia juga sering mendapatkan pembullyan oleh teman-temannya yang ada di sekolah," tambah SF.
Baca Juga:Stok Hewan Kurban Aman di Samarinda, Pedagang Optimistis Omzet Capai Rp 3 Miliar
Saat ini, TRC PPA Kaltim melakukan pendampingan terhadap IN untuk mengadukan kasus ini ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Samarinda agar mendapatkan asesmen dan pendampingan psikologis.
"Saat ini psikis dan mental korban sangat terguncang menyebabkan korban tidak berani pulang ke rumah saat siang hari atau pada saat ayahnya belum ada di rumah," ungkap Rina. "Kalau tindakan hukumnya, tergantung dari asesmen atau pendampingan dari UPTD PPA Kota Samarinda," lanjutnya.
Rina Zainun mengimbau seluruh orang tua di Kalimantan Timur, khususnya Samarinda, untuk menjaga dan menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan terhadap anak-anaknya. "Kami ingin pelaku bisa mendapat hukuman yang setimpal. Sebab, pelaku ini sudah menghancurkan masa depan anak-anak," tegasnya.
Perhatian dan tindakan cepat dari pihak berwenang sangat diharapkan agar keadilan bagi IN dapat ditegakkan dan peristiwa serupa tidak terulang lagi di masa depan.