SuaraKaltim.id - Kebijakan pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan menuai penolakan dari para legislator Kota Samarinda.
Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Angkasa Jaya Djoerani, dan Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra, menilai kebijakan tersebut tidak tepat sasaran.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024, yang merevisi PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, memungkinkan ormas keagamaan mengelola tambang.
Pemerintah beralasan bahwa kontribusi ormas keagamaan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia memberi mereka hak atas IUP. Namun, Samri Shaputra menegaskan bahwa kebijakan ini keliru.
Baca Juga:Patroli Gabungan Temukan Dugaan Tambang Ilegal di Tahura IKN, Alat Berat Diamankan
"Ormas selama ini fokus pada pembinaan umat, tiba-tiba disuruh urus tambang. Ini tidak nyambung," ujar Samri, dikutip dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Rabu (19/06/2024).
Ia menambahkan, dampak negatif pertambangan saat ini lebih banyak dibandingkan dengan dampak positifnya, sehingga kebijakan tersebut mendapat banyak penolakan.
Senada dengan Samri, Angkasa Jaya Djoerani berpendapat, pemberian IUP kepada ormas keagamaan sebagai langkah politis yang tidak berpihak kepada rakyat.
"Ormas seharusnya menjadi pembela rakyat, bukan alat politik pemerintah. Memberikan IUP kepada ormas hanya akan membuat kita curiga ada kebijakan yang tidak pro-rakyat," katanya.
Angkasa juga menyatakan kekhawatirannya bahwa ormas keagamaan bisa menjadi bemper pemerintah dalam menghadapi keresahan masyarakat.
Baca Juga:Naureen Mini Garden: Bukti Kreativitas Mengubah Bekas Tambang Menjadi Taman Wisata Menawan
"Ormas bisa saja menjual izin tersebut kepada pihak swasta untuk mengelola tambang," ujarnya.
Angkasa menekankan bahwa ormas memiliki peran penting dalam menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah, namun pemberian IUP ini bisa mengubah fungsi tersebut.
Angkasa berharap pemerintah, lebih transparan dalam penggunaan kebijakan tersebut.
Ia menegaskan bahwa kebijakan yang digunakan secara semena-mena dapat menimbulkan dampak negatif.
"Jika ormas diberi kenikmatan, mereka akan berhenti mengkritisi pemerintah. Pemerintah harus jujur kepada rakyat dan tidak usah panik," pungkasnya.