SuaraKaltim.id - Pengamat Politik dari Universitas Mulawarman, Jumansyah memberikan pandangannya terkait gerakan memenangkan kotak kosong yang kemungkinan bisa terjadi dalam kontestasi pemilihan gubernur (Pilgub) di Kalimantan Timur (Kaltim) 2024.
Untuk diketahui, ada dua pasangan bakal calin (Bacalon) yang mencuat dalam kontestasi Pilgub Kaltim. Yakni, pasangan petahana Isran Noor-Hadi Mulyadi dan Rudy Mas'ud-Seno Aji.
Saat ini, Rudy Mas'ud-Seno Aji sedang di atas angin. Mereka berhasil mengumpulkan surat rekomendasi dukungan dari beberapa partai politik, dan mengantongi 44 kursi sebagai persyaratan maju di Pilgub.
Di satu sisi, pasangan petahana Isran Noor-Hadi Mulyadi belum mendapatkan satupun surat rekomendasi dukungan parpol sebagai kendaraannya di pertarungan Pilgub mendatang.
Baca Juga:Menghadapi Pilgub 2024, Bawaslu Kaltim Petakan Daerah Rawan Pelanggaran
Dua partai politik yang tersisa adalah PDIP dengan 9 kursi dan Demokrat 2 kursi. Jika Isran-Hadi tidak mendapatkan dukungan dari kedua partai tersebut, mereka dipastikan gagal bertarung dalam Pilgub Kaltim tahun ini, mengakibatkan terjadinya kotak kosong.
Untuk maju dalam Pilgub Kaltim, bacalon harus mengumpulkan minimal 20 persen dukungan dari partai yang memiliki kursi di DPRD Kaltim periode 2024-2029. Jumlah 20 persen ini setara dengan 11 kursi dari total 55 kursi di DPRD Kaltim.
Jumansyah menilai, gerakan memenangkan kotak kosong bisa saja terjadi di Pilgub nanti. Namun, ia berpendapat bahwa gerakan tersebut kurang rasional.
"Tujuan kita memilih kotak kosong itu apa, kalau hanya sekedar tidak menyukai calon yang ada kemudian memilih kotak kosong, ya memang sah saja. Tapi arah orientasinya tidak jelas," kata Jumansyah, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa (06/08/2024).
Menurutnya, gerakan menolak calon tunggal di Pilgub Kaltim, lebih cocok ketimbang harus membuat gerakan memenangkan kotak kosong.
Baca Juga:DPD PDIP Kaltim Ajukan Isran-Hadi sebagai Pasangan Calon Pilgub ke DPP
"Bayangkan, memilih sesuatu (kotak kosong) yang tidak ada isinya, misi apa lagi, tidak ada aktor di sana," jelasnya.
Jumansyah juga menyebut bahwa pihak yang mendesain gerakan kotak kosong kemungkinan memiliki kekhawatiran politik yang berlebihan.
"Bagi orang yang mendesain kotak kosong, hasrat politiknya terlalu besar. Dia punya kekhawatiran tersendiri. Lantas mengapa khawatir kalau punya potensi," tuturnya.