"Kalau bisa malam jangan beroperasi. Kami juga butuh tidur nyenyak, tapi ini suara alat berat terus berdengung sampai pagi," ucapnya.
Ia juga menyoroti ketidakjelasan kompensasi bagi warga terdampak.
"Minimal ada kompensasi, tapi ini tidak ada sama sekali. Kami cuma bisa menerima keadaan tanpa kepastian," keluhnya.
Ancaman Longsor dan Pelanggaran Aturan
Baca Juga:Dosen Unmul Tolak Konsesi Tambang untuk Kampus: Ini Penghinaan terhadap Perguruan Tinggi
Selain kebisingan dan debu, warga kini dihantui potensi tanah longsor. Latri, seorang warga paruh baya, menunjukkan pekarangan rumahnya yang semakin dipenuhi tumpukan tanah hasil galian tambang.
"Setiap hari tanah bekas galian makin mendekati rumah saya. Kalau hujan deras, takutnya longsor dan menimpa rumah," katanya.
Ketakutan warga ini beralasan, mengingat beberapa tahun lalu, longsor akibat tambang sempat menutup jalan penghubung Sanga-Sanga dan Muara Jawa, bahkan mengubur beberapa rumah.
Seorang paralegal yang mendampingi warga, Nugraha, menilai bahwa aktivitas tambang ini telah melanggar regulasi.
"Ini tambang resmi, tapi rasa ilegal. Mereka tidak meminta izin ke warga karena mereka tahu sudah melanggar aturan," tegasnya.
Baca Juga:Dicari Aparat dan Warga, Suami Ini Malah Ditemukan Dugem di Bali
Ia juga menyoroti tali asih yang diberikan kepada sebagian warga, yang dinilai tidak sebanding dengan dampak yang mereka rasakan.