UMKM Berdaya Saing Global Jadi Strategi Menuju Pertumbuhan Ekonomi Inklusif 2025

Pengembangan ekonomi inklusif yang mencakup berbagai aktor pembangunan membutuhkan kolaborasi dan penguatan sinergi berbagai pihak.

Fabiola Febrinastri | Iman Firmansyah
Jum'at, 14 Februari 2025 | 13:31 WIB
UMKM Berdaya Saing Global Jadi Strategi Menuju Pertumbuhan Ekonomi Inklusif 2025
Opening ceremony BRI UMKM EXPO(RT) 2025. (Dok: Restu Fadilah/Suara.com)

“Nah ini adalah yang mungkin Bapak Ibu lihat bahwa tadi disebutkan ada pertumbuhan ekonomi 8%, pertanyaannya adalah patternnya seperti apa? trennya seperti apa? Nah inilah yang memang ingin kita capai, jadi kita melihat bahwa mau enggak mau, suka tidak suka kita harus pasang target tinggi,” ujar Eka.

“Vietnam bisa tumbuh 7,7%, India prediksinya 2024 7%. kalau ditanya masalah ketidakpastian Global, mereka pun akan mendapatkan hal yang sama, untuk itulah makanya di sini adalah optimisme menjadi penting. Akan tetapi yang perlu kita pikirkan tidak hanya masalah growth yang tinggi tetapi how to nya seperti apa,” tambahnya.

Ia juga menjelaskan ada beberapa strategi besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi inklusif dimana strategi itu diantaranya meningkatkan produktivitas pertanian menuju swasembeda pangan, industrialisasi, kemudian ekonomi biru dan hijau, pariwisata dan ekonomi kreatif, perkotaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi digital transformasi, kemudian investasi yang berorientasi ekspor dan investasi non APBN.

“Sementara terkait dengan belanja negara untuk produktivitas. Jadi ada beberapa program, seperti makan bergizi gratis, kemudian pembangunan 1 juta rumah itu menjadi penting di sini. Dan yang terakhir adalah bagaimana kita bisa melakukan penyederhanaan aturan main. Di sini terkait dengan deregulasi perizinan, sinkronisasi kebijakan fiskal moneter menjadi penting,” terang Eka.

Baca Juga:Direktur Digital & IT: Keamanan Data BRI Memenuhi Standar Internasional

Berikutnya adalah strategi penurunan kemiskinan termasuk di dalamnya adalah bagaimana perlindungan sosial yang integratif adaptif dan inklusif. Kemudian perluasan akses dan inklusivitas pelayanan dasar, pemberdayaan ekonomi inklusif berkelanjutan dan berikutnya adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan data terpadu.

Eka menilai peran sektor keuangan itu sangat penting melalui inklusi keuangan pada segmen prioritas.

“Jadi kalau kita lihat di sini adalah bagaimana kita melihat kebijakan pendalaman sektor keuangan, kemudian kita penguatan fungsi intermediasi dari sektor keuangan, kemudian kita masuk ke dalam penguatan basis sumber pendanaan, inklusi keuangan dan bagaimana kita menguatkan Inovasi dan pemanfaatan digital keuangan. Nah ini semua akan melihat bahwa bagaimana nanti UMKM itu dibentuk,” paparnya.

Eka mengatakan ada beberapa isu dan kendala UMKM diantaranya mengenai layanan finansial, produktivitas yang perlu ditingkatkan, kemudian terkait dengan naik kelasnya itu adalah bagaimana kemudian di sini adalah terkait dengan menembus pasar global.

“Jadi kalau kami sebenarnya di Bapennas menginginkan bahwa nanti kalau kita biarkan UMK itu langsung head to head dengan eh industri besar di internasional itu pasti akan susah bersaing, kenapa enggak kita coba buat ekosistem yang kuat kemudian baru kita head to head ke pasar internasional,” ujarnya.

Baca Juga:Tema "Brilian dan Cemerlang" Warnai HUT ke-129 BRI

Kemudian berikutnya terkait dengan keterbatasan pembiayaan UMKM yang tercermin dari rendahnya proporsi penyaluran kredit perbankan dimana porsinya itu masih sekitar 19,5% dan memang didominasi oleh sektor usaha utamanya pedagang besar dan eceran.

“Kalau kita lihat juga berdasarkan apa namanya sebaran per provinsi, ini memang masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Oleh karena itu ini menjadi PR bersama adalah bagaimana kita bisa mengoptimalkan di luar Jawa ini supaya pembangunan ini bisa merata. Tentu saja dalam hal ini sektor-sektor atau ekosistemnya harus kita bentuk bersama-sama untuk bisa berkembang,” imbuh Eka.

Ia menegaskan soal kebijakan dan strategi untuk pembangunan ekonomi inklusif, pertama adalah dengan melihat bahwa penguatan UMKM menjadi amanat di dalam undang-undang 59 RPJP (rencana pembangunan jangka panjang 2025-2045).

Di sini ada target yang cukup tinggi yaitu terkait dengan bagaimana jumlah usaha kecil dan menengah itu meningkat dari 1,32% menjadi 5% di tahun 2045.

Kemudian juga ada target terkait dengan rasio kewirausahaan yang meningkat dari 3% menjadi 8% dan How to-nya adalah pertama tentu saja akan meningkatkan kepastian tenaga kerja dan menciptakan wirausaha yang berorientasi kepada pertumbuhan yang inklusif.

Kemudian yang kedua adalah memperluas akses dan pengembangan inovasi pembiayaan usaha, kemudian percepatan digitalisasi, formalisasi bisnis seperti pemberian insentif dan perluasan akses pasar kemudian meningkatkan daya saing dan perlindungan UMKM dan berikutnya adalah memperluas jaringan pasar domestik dan global.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini