Namun, sekitar seperempatnya kini menghadapi ancaman gagal panen akibat banjir.
Situasi ini diperparah dengan minimnya jaminan perlindungan, seperti asuransi pertanian, yang prosesnya dianggap rumit dan tidak efektif saat dibutuhkan.
"Ini tanam yang kedua. Yang pertama waktu banjir yang bulan Januari 2025. Nah, setelah itu kami tanam kembali, lalu sudah mendekati panen kebanjiran lagi hari ini," keluh Adung.
Ia menyebutkan salah satu rekan petani bahkan telah mengeluarkan biaya sekitar Rp7 juta untuk mengolah lahan kurang dari dua hektare—modal yang kini hampir pasti lenyap.
Baca Juga:Putusnya Jalur Vital SamarindaBalikpapan, Warga Minta Solusi Cepat
Adung berharap pemerintah memberikan perhatian khusus dalam bentuk subsidi atau jaminan pertanian yang lebih mudah diakses, mengingat bencana seperti banjir bukan sesuatu yang bisa dikendalikan petani.
Di sisi lain, Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (DPTPH) Provinsi Kaltim, Siti Farisyah Yana, menyebutkan bahwa Mei hingga Juni memang merupakan masa tanam bagi petani.
"Kami terus memantau perkembangan di lapangan melalui petugas yang melakukan pembaruan data setiap hari," ujarnya.
Yana menambahkan, pihaknya tengah mengidentifikasi dampak banjir dan menyiapkan bantuan, terutama benih, agar petani bisa kembali menanam setelah banjir surut.
Ia berharap cuaca membaik di bulan Juni agar proses percepatan tanam bisa berjalan optimal.
Baca Juga:Kritik Dibalas Serangan Data, Pengamat: Demokrasi Kita Sedang Terancam
Perpustakaan Kaltim Terdampak Banjir, Buku Bacaan Anak Jadi Korban