500 Driver Ojol Demo di Samarinda, Tolak Skema Merugikan dari Aplikator

Aksi ini tidak hanya berlangsung di Samarinda, tetapi juga merupakan bagian dari gerakan nasional yang serentak dilakukan di berbagai daerah, termasuk Balikpapan.

Denada S Putri
Selasa, 20 Mei 2025 | 15:02 WIB
500 Driver Ojol Demo di Samarinda, Tolak Skema Merugikan dari Aplikator
Suasana aksi demonstrasi Aliansi Mitra Kaltim Bersatu (AMKB) di depan Kantor Gubernur Kaltim pada Selasa, 20 Mei 2025. [SuaraKaltim.id/Giovanni Gilbert]

SuaraKaltim.id - Sekitar 500 pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai platform digital di Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar aksi protes yang diawali dengan long march dari GOR Segiri menuju Kantor Gubernur Kaltim pada Selasa, 20 Mei 2025.

Mereka menyampaikan penolakan terhadap sejumlah kebijakan perusahaan aplikator yang dianggap merugikan para mitra pengemudi.

Aksi ini tidak hanya berlangsung di Samarinda, tetapi juga merupakan bagian dari gerakan nasional yang serentak dilakukan di berbagai daerah, termasuk Balikpapan, Jabodetabek, hingga sejumlah kota di Sumatera.

Sebagai bentuk solidaritas, para pengemudi juga memutuskan untuk mematikan aplikasi sementara selama aksi berlangsung.

Baca Juga:Putusnya Jalur Vital SamarindaBalikpapan, Warga Minta Solusi Cepat

Langkah ini merupakan bentuk perlawanan terhadap sistem yang dinilai tidak adil dalam mempengaruhi pendapatan harian mereka.

Dengan mengenakan atribut masing-masing platform, para peserta aksi membawa bendera merah-putih, spanduk berisi kritik terhadap kebijakan aplikator, serta bendera aliansi.

Mereka yang tergabung dalam Aliansi Mitra Kaltim Bersatu (AMKB) menyuarakan aspirasi kepada Pemerintah Provinsi agar menyampaikan kajian mereka kepada Kementerian Perhubungan RI.

Salah satu tuntutan utama adalah penolakan terhadap skema seperti GrabBike Hemat, sistem slot, double order, dan program serupa.

AMKB menilai bahwa keberadaan program tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan, khususnya Pasal 20 ayat 2 dan 3 Permenhub Nomor 12, serta Pasal 33 ayat 3 dan 4 Permenhub Nomor 118 Tahun 2018.

Baca Juga:Kritik Dibalas Serangan Data, Pengamat: Demokrasi Kita Sedang Terancam

Regulasi tersebut memberikan wewenang kepada Gubernur untuk mempertimbangkan aspirasi masyarakat terkait layanan angkutan berbasis aplikasi.

Selain menolak program promosi aplikator, para pengemudi juga mendorong adanya revisi regulasi yang lebih berpihak.

Mereka menginginkan adanya penetapan tarif dasar dan tarif bersih yang jelas, baik bagi ojol maupun taksi online, agar biaya yang diterima pengemudi lebih layak.

“Kami berharap, Pemerintah Pusat dan Daerah dapat hadir untuk melindungi dan menyelamatkan driver online di Kaltim dari upaya-upaya eksploitasi yang dilakukan oleh Perusahaan Aplikasi (Aplikator) demi keuntungan bisnis semata,” ucap Koordinator Aksi AMKB, Ivan Jaya.

Suasana aksi demonstrasi Aliansi Mitra Kaltim Bersatu (AMKB) di depan Kantor Gubernur Kaltim pada Selasa, 20 Mei 2025. [SuaraKaltim.id/Giovanni Gilbert]
Suasana aksi demonstrasi Aliansi Mitra Kaltim Bersatu (AMKB) di depan Kantor Gubernur Kaltim pada Selasa, 20 Mei 2025. [SuaraKaltim.id/Giovanni Gilbert]

Ia menjelaskan bahwa meskipun konsumen membayar lebih dalam skema hemat, pengemudi hanya menerima bagian kecil dari pendapatan tersebut.

“Contoh, misal orderan itu senilai Rp 22.000, untuk jarak 3 sampai 4 kilo. Kami cuma mendapatkan Rp 12.800, potongan itu saja lebih dari 20 persen sama aplikator. Peraturan tersebut dibuat saat COVID, artinya sampai sekarang masih belum ada perubahan tarif. Padahal biaya hidup semakin meningkat,” jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini