Pengamat Unmul: Ajudan Gubernur Kaltim Perlu Belajar Hargai Kerja Jurnalis

Jika merasa keberatan, seharusnya cukup dengan tidak memberikan jawaban.

Denada S Putri
Selasa, 22 Juli 2025 | 19:17 WIB
Pengamat Unmul: Ajudan Gubernur Kaltim Perlu Belajar Hargai Kerja Jurnalis
Kolase ajudan Rudy Mas'ud yang halangin kinerja wartawan. [Ist]

SuaraKaltim.id - Insiden dugaan intimidasi terhadap jurnalis oleh ajudan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, terus menuai tanggapan dari berbagai kalangan.

Salah satunya datang dari akademisi dan pengamat hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, yang menilai bahwa insiden tersebut mencerminkan kurangnya pemahaman terhadap prinsip-prinsip kebebasan pers di kalangan pejabat maupun staf pemerintahan.

Herdiansyah, yang akrab disapa Castro, menilai bahwa pelaku di lapangan, termasuk staf atau ajudan gubernur, seharusnya memahami dan menghormati ruang kerja jurnalis saat menjalankan tugasnya.

"Kalau kita lihat dari video yang beredar, sebenarnya tampak ada upaya aktif untuk membatasi atau menghalangi kerja-kerja peliputan dari rekan-rekan media. Menurut saya, itu keliru dan seharusnya tidak terjadi. Mereka perlu belajar," sebutnya, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa, 22 Juli 2025.

Baca Juga:Kritik Dibalas Serangan Data, Pengamat: Demokrasi Kita Sedang Terancam

Menurut Castro, ruang peliputan tidak bisa serta-merta dibatasi hanya karena pertanyaan wartawan dianggap tidak sesuai agenda.

Jika merasa keberatan, seharusnya cukup dengan tidak memberikan jawaban.

"Kalau pun misalnya gubernur merasa pertanyaan wartawan tidak relevan dengan agenda hari itu, ya cukup tidak menjawab saja. Itu hak beliau. Tapi jangan sampai menghalangi atau membatasi ruang kerja teman-teman jurnalis," sebutnya.

Lebih jauh, ia juga menegaskan pentingnya tanggung jawab moral seorang kepala daerah untuk menegur staf atau bawahannya jika terbukti melakukan tindakan yang berpotensi mengekang kebebasan pers.

"Kalau gubernur membiarkan situasi seperti ini terjadi tanpa memberikan teguran kepada bawahannya, maka itu bisa diartikan bahwa gubernur tidak memahami atau bahkan mengabaikan pentingnya menjamin kebebasan pers," tegasnya.

Baca Juga:Gratispol Kaltim Dinilai Belum Merata, Pengamat Minta Transparansi

Castro mengingatkan, kemerdekaan pers bukan sekadar prinsip ideal, tetapi bagian dari hak konstitusional yang menjamin wartawan bebas mencari, mengolah, dan menyebarkan informasi tanpa intervensi dari pihak mana pun.

Pemprov Kaltim Minta Insiden 'Tandai-tandai' Tidak Dibesar-besarkan

Klarifikasi disampaikan Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Setda Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) terkait insiden yang menyita perhatian publik, menyusul dugaan intimidasi terhadap jurnalis oleh ajudan Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud.

Kepala Biro Adpim, Syarifah Alawiyah, menegaskan bahwa situasi yang terjadi perlu dipahami dalam konteks kelelahan dan tekanan waktu yang dialami pimpinan dan staf di lapangan.

Menurut Syarifah, pada hari kejadian, Gubernur Rudy Mas’ud memiliki agenda padat sejak pagi hingga sore hari. Ia menghadiri peluncuran program Koperasi Merah Putih di kawasan Lempake tanpa sempat istirahat.

"Usai dari Lempake, gubernur langsung kembali ke kantor untuk menghadiri agenda lanjutan. Saat itu kondisi sudah sangat lelah, dan waktu sangat terbatas. Gubernur sudah beberapa kali menyampaikan kepada rekan-rekan media, ‘sudah ya, sudah ya’ sebagai tanda ingin mengakhiri sesi tanya jawab," jelasnya, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa, 22 Juli 2025.

Syarifah juga mengakui bahwa dirinya sudah memberi isyarat kepada awak media untuk menghentikan pertanyaan. Namun, karena sesi masih terus berlangsung, situasi menjadi sulit dikendalikan dan ajudan gubernur pun bereaksi.

"Mungkin ajudan atau tim pengamanan saat itu menyampaikan secara emosional, tapi tidak ada maksud intimidasi. Harap dimaklumi, karena tugas mereka memang menjaga pimpinan, apalagi kondisi saat itu sangat melelahkan dan masih ada agenda lainnya seperti audiensi," ujarnya.

Dia menegaskan bahwa tidak ada pelarangan bagi wartawan untuk mengajukan pertanyaan, namun pihaknya berharap komunikasi tetap memperhatikan situasi dan kesiapan narasumber.

"Dari sisi protokoler, kami selalu memberikan ruang bagi media untuk menggali informasi setelah acara. Tapi tentu dengan mempertimbangkan waktu dan kesiapan pimpinan," tegasnya.

Syarifah juga mengimbau agar pertanyaan yang diajukan wartawan sebisa mungkin mengikuti topik agenda resmi.

Meski begitu, ia tak menutup kemungkinan untuk menjawab pertanyaan di luar topik, selama kondisi memungkinkan.

“Pada prinsipnya, kami tidak melarang media. Tapi mari saling memahami. Jangan sampai karena ingin terus bertanya, lalu mengabaikan isyarat atau arahan dari tim protokoler di lapangan,” ujarnya.

Menanggapi video yang sempat viral dan memperlihatkan ajudan gubernur mengucapkan kata “tandai-tandai” kepada wartawan, Syarifah menyebut hal itu sebagai reaksi spontan dari petugas yang sedang berada dalam tekanan tinggi.

“Saya mohon hal ini tidak dibesar-besarkan. Kita semua di lapangan tentu punya tekanan, termasuk petugas pengamanan. Saya harap rekan-rekan media dan masyarakat bisa memahami konteksnya,” tutur Syarifah.

Melalui pernyataan ini, Biro Adpim Kaltim berharap relasi antara media dan pemerintah tetap berjalan dengan saling menghargai, serta menjunjung profesionalisme di kedua sisi, terlebih dalam situasi dinamis di lapangan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini