BMKG Ingatkan Kaltim: Kemarau Basah Bisa Picu Karhutla dan Krisis Air

BMKG mencatat, wilayah Kaltim telah memasuki musim kemarau sejak awal Juli.

Denada S Putri
Rabu, 30 Juli 2025 | 23:06 WIB
BMKG Ingatkan Kaltim: Kemarau Basah Bisa Picu Karhutla dan Krisis Air
Ilustrasi karhutla (Ist)

SuaraKaltim.id - Musim kemarau yang kini melanda Kalimantan Timur (Kaltim) tak bisa dipandang enteng, meski curah hujan belum benar-benar nol.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan bahwa risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kelangkaan air bersih, serta gangguan kesehatan tetap harus diwaspadai.

Hal itu disampaikan Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I SAMS Sepinggan Balikpapan, Kukuh Ribudiyanto, Rabu, 30 Juli 2025.

“Meski kemarau di Kalimantan Timur masih tergolong normal, risiko-risiko yang muncul tetap harus diwaspadai, terutama karhutla, kekurangan air bersih, dan paparan debu serta radiasi matahari,” kata Kukuh, disadur dari ANTARA, di hari yang sama.

Baca Juga:Kaltim Tampil di Barisan Depan Kepemimpinan Digital Indonesia

BMKG mencatat, wilayah Kaltim telah memasuki musim kemarau sejak awal Juli.

Puncak kekeringan diperkirakan terjadi pada bulan Agustus, ditandai dengan penurunan curah hujan yang mulai signifikan sejak pertengahan Juli.

"Sejak pertengahan Juli, penurunan curah hujan tercatat mulai signifikan," ujarnya.

Fenomena ini oleh BMKG diklasifikasikan sebagai kemarau basah, yakni musim kering yang masih disertai hujan ringan secara sporadis

Menurut Kukuh, istilah ini penting dipahami masyarakat karena kerap menimbulkan salah persepsi seolah-olah belum masuk musim kemarau.

Baca Juga:Kapal Rumah Sakit 50 Meter Siap Sambangi Pelosok Kaltim, Ini Tawaran dari Korea Selatan

“Periode itu sering disalahpahami karena masih ada hujan. Meski curah hujan belum nol, penurunan tetap terjadi dan berdampak nyata,” ujarnya.

BMKG mencatat rata-rata curah hujan selama Agustus hingga September di kisaran 100 milimeter per bulan, yang sudah masuk kategori kemarau berdasarkan ambang batas 150 milimeter.

Selain curah hujan yang menurun, Kukuh menjelaskan, keberadaan siklon tropis di utara Papua dan sekitar Filipina juga turut mempengaruhi distribusi uap air ke Kaltim.

Hal ini memperkuat tren pengeringan, terutama di kawasan pesisir dan dataran rendah.

“Gangguan itu ikut menurunkan curah hujan secara bertahap, terutama di kawasan pesisir dan dataran rendah,” ujarnya.

Kondisi geografis Kaltim yang dipenuhi hutan dan lahan terbuka membuat wilayah ini sangat rentan terhadap karhutla.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini