Rudy Ong dan Donna Faroek, Simbol Kuatnya Jaringan Mafia Tambang di Era Awang Faroek

Jatam menilai praktik ini tidak berdiri sendiri, melainkan berakar sejak awal 2000-an ketika otonomi daerah memberi keleluasaan kepala daerah menerbitkan izin tambang.

Denada S Putri
Sabtu, 13 September 2025 | 17:10 WIB
Rudy Ong dan Donna Faroek, Simbol Kuatnya Jaringan Mafia Tambang di Era Awang Faroek
Kolase foto Rudy Ong, Dayang Donna dan Awang Faroek. [Ist]

SuaraKaltim.id - Penangkapan Dayang Donna Faroek dan pengusaha Rudy Ong Chandra dalam kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur (Kaltim) disebut Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) sebagai pintu masuk untuk mengungkap praktik mafia tambang yang telah lama bercokol.

Bagi Jatam, perkara ini bukan hanya soal kerugian negara, melainkan menyangkut kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap keselamatan manusia.

Hal itu disampaikan Jatam Kaltim dalam keterangan resminya, Kamis, 11 Septembr 2025, menyoroti konsesi 34 ribu hektare yang diselewengkan melalui tujuh IUP, di antaranya PT Cahaya Bara Kaltim dan PT Sepiak Jaya Kaltim.

“Luasan itu bukan angka kecil, setara lebih dari setengah luas Kota Balikpapan,” tulisnya, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Sabtu, 13 September 2025.

Baca Juga:Chandra Setiawan Diperiksa KPK, Disebut Jadi Kurir Suap IUP Kaltim

Jejak Lama Rente Tambang

Jatam menilai praktik ini tidak berdiri sendiri, melainkan berakar sejak awal 2000-an ketika otonomi daerah memberi keleluasaan kepala daerah menerbitkan izin tambang.

Dari catatan mereka, lebih dari 1.400 IUP keluar sejak 2003, banyak di antaranya sarat gratifikasi dan jual beli izin.

Nama Rudy Ong disebut mengantongi izin lewat lobi politik, aliran dana, hingga mekanisme ilegal lainnya.

“Pertanyaannya, apakah proses hukum Donna Faroek dan Rudy Ong benar-benar akan mengubah bobroknya tata kelola perizinan di Kaltim?” kritik Jatam.

Baca Juga:Kasus Suap IUP Seret Awang Faroek dan Putrinya, Akademisi: Ada Pelanggaran Terhadap Peraturan

Korban Manusia dan Alam

Bagi Jatam, kerugian yang paling nyata ada di lapangan: lubang tambang tanpa reklamasi telah merenggut nyawa 49 anak, sungai-sungai rusak oleh limbah, dan desa-desa kehilangan lahan pertanian.

“Luasan 34 ribu hektar itu berarti lebih setengah Balikpapan hilang dari peta ruang hidup rakyat, berganti lubang-lubang maut,” tegas mereka.

Tuntutan kepada Pemerintah

Untuk itu, Jatam mengajukan lima tuntutan, mulai dari penegakan hukum yang transparan, audit nasional terhadap izin bermasalah, penutupan lubang tambang, hingga penghitungan kerugian ekologis oleh KPK.

“Seharusnya kebijakan berangkat dari analisis ilmiah dan empirik. Permasalahan nyata adalah alokasi tambang yang melampaui daya dukung ekologi, minimnya akses informasi, kriminalisasi warga, dan pertambangan sebagai sumber pembiayaan politik,” jelas Jatam.

Bagi mereka, kasus Rudy Ong hanyalah “membuka sedikit tirai” dari gelapnya praktik mafia tambang di Kaltim yang melibatkan pengusaha, elite daerah, hingga aparat penegak hukum.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini