PHK Mudah dan Kontrak Panjang Jadi Sorotan Serikat Buruh di DPR

Jumhur juga menekankan perlunya sistem pengupahan yang berbasis kebutuhan hidup layak (KHL).

Denada S Putri
Selasa, 23 September 2025 | 21:04 WIB
PHK Mudah dan Kontrak Panjang Jadi Sorotan Serikat Buruh di DPR
Ilustrasi buruh. [Suara.com/Hadi]
Baca 10 detik
  • DPR Soroti Perubahan Istilah di Perpres, IKN Disebut Ibu Kota Politik?
  • CEK FAKTA: PBB Disebut Intervensi DPR Indonesia, Benarkah?
  • CEK FAKTA: Benarkah Nepal Berhasil Menggulingkan DPR?

SuaraKaltim.id - Sejumlah serikat pekerja/buruh mendesak agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025–2026 tidak hanya mengatur soal ketenagakerjaan secara umum, tetapi juga memberikan perlindungan nyata bagi pekerja dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ketidakpastian upah.

Sedikitnya 20 serikat dan konfederasi pekerja menyampaikan pandangan tersebut dalam Rapat Panja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 23 September 2025.

“Pertama kami (menyoroti) soal mudahnya (perusahaan) melakukan PHK, ketidakpastian kerja dan income, dan outsourcing. Kita harap bisa mencari formula yang adil untuk semua pihak (pekerja dan perusahaan),” kata Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Moh Jumhur Hidayat, usai rapat, disadur dari ANTARA, di hari yang sama.

Jumhur juga menekankan perlunya sistem pengupahan yang berbasis kebutuhan hidup layak (KHL) agar buruh di berbagai daerah memperoleh kepastian pendapatan yang setara.

Baca Juga:CEK FAKTA: Prabowo Akan Bubarkan DPR Jika Tak Sahkan UU Perampasan Aset

“Selanjutnya adalah soal (mitra) ojol (ojek online) dan pekerja platform. Driver ojol harus didefinisikan sebagai pekerja agar mendapatkan kepastian perlindungan bagi mereka,” ujarnya.

Dorongan lain yang disampaikan adalah agar komite pengawas ketenagakerjaan melibatkan pendekatan tripartit — pemerintah, pekerja, dan pengusaha — sehingga penyelesaian masalah di lapangan bisa lebih adil.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, juga mengangkat isu kesenjangan upah. Ia mengusulkan agar upah minimum sektoral nasional dapat diatur dalam RUU ini.

“Kesenjangan upah yang begitu mencolok ini tidak adil bagi pekerja secara umum untuk ikut menikmati hasil pertumbuhan ekonomi secara nasional,” tegas Ristadi.

Ia menilai kebijakan upah minimum sektoral bisa diberlakukan secara bertahap dengan mekanisme transisi.

Baca Juga:DPR Desak KPU Klarifikasi Pembatasan Akses Dokumen Capres-Cawapres

Sementara itu, perwakilan KSPSI lainnya, Roy Jinto, menekankan pentingnya kepastian pesangon bagi karyawan yang terkena PHK.

Ia juga mendorong penghapusan sistem outsourcing serta pembatasan masa kerja kontrak (PKWT) maksimal tiga hingga lima tahun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini