- Percepatan sertifikasi guru madrasah – Singgih Januratmoko menekankan ribuan guru madrasah yang tertinggal dalam sertifikasi dan inpassing harus segera diselesaikan melalui langkah konkret yang berpihak pada keadilan.
SuaraKaltim.id - Anggota Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, menekankan bahwa persoalan sertifikasi dan inpassing ribuan guru madrasah yang telah berlangsung lama harus segera diselesaikan melalui langkah konkret yang berpihak pada keadilan bagi guru.
Menurutnya, capaian sertifikasi dan PPG dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam serta anggaran tambahan sebesar Rp 2,7 triliun seharusnya menjadi momentum percepatan, bukan sekadar data statistik.
Namun kenyataannya, masih ada 381.326 guru yang tertinggal dan enam isu utama yang disuarakan Persatuan Guru Inpassing Nasional (PGIN) belum terselesaikan.
“Ini adalah pekerjaan rumah besar yang harus kita selesaikan bersama,” kata Singgih di Jakarta, disadur dari ANTARA, Senin, 27 Oktober 2025.
Baca Juga:Sorotan Anggaran Influencer Rp 1,7 Miliar, Kadispar Kaltim: Jumlah itu Kecil
Ia menyoroti sejumlah masalah krusial yang diangkat PGIN, mulai dari kuota PPPK yang dianggap tidak pro guru madrasah swasta, revisi PMA 43/2014 yang menghapus pengakuan masa kerja, hingga hutang TPG dan ancaman pemotongan insentif.
Menurutnya, persoalan ini merupakan bom waktu yang harus segera dituntaskan agar guru yang telah mengabdi puluhan tahun tidak dirugikan.
Singgih menekankan perlunya langkah korektif yang fundamental, termasuk mendorong revisi menyeluruh PMA Nomor 43 Tahun 2014.
“Prinsip keadilan harus ditegakkan. Pengakuan masa kerja guru adalah hak yang tidak boleh dihapus. Revisi peraturan ini harus menjadi prioritas Kemenag untuk mengembalikan hak-hak para guru,” ujarnya.
Selain itu, pengelolaan anggaran Rp 2,7 triliun harus transparan dan tepat sasaran. Singgih memastikan akan mengawasi ketat implementasinya.
Baca Juga:CEK FAKTA: Benarkah Jokowi Minta Nadiem Perbesar Anggaran Laptop Rp 11 Triliun?
“Dana ini harus mampu menyentuh persoalan hutang TPG, meningkatkan insentif guru honorer, dan memastikan kuota PPPK bagi guru madrasah swasta diperluas secara signifikan dan transparan,” kata dia.
Singgih juga menilai program Inpassing sebaiknya dihapuskan, karena guru yang telah mendapatkan sertifikasi seharusnya tidak perlu menjalani proses administratif ganda.
“Idealnya kalau sudah mendapatkan sertifikasi, tidak perlu lagi ada inpassing, karena itu berarti kerja dua kali bikin jadi ribet secara administratif,” ujarnya.
Ia menegaskan, pengangkatan PPPK berbasis sertifikasi dan TPG merupakan bentuk pengakuan negara terhadap peran guru dan partisipasi masyarakat dalam mendukung pendidikan nasional.
“Bagi guru-guru senior swasta yang sudah mengajar puluhan tahun, sudah tua dan mungkin tersisa 5 tahun mau pensiun, serta sudah mendapatkan sertifikasi, bisa langsung diangkat menjadi PPPK, itu sesuatu yang sangat berarti dan bentuk pengakuan negara atas dedikasinya dalam memajukan pendidikan nasional,” tutup Singgih.