-
Ketegangan antarwarga terjadi karena perbedaan pendapat terkait pembangunan turap dalam program Probebaya, di mana sebagian menolak dan sebagian mendukung proyek tersebut.
-
Pelaksana proyek menegaskan pekerjaan dilakukan berdasarkan usulan resmi Ketua RT dan berada di area fasilitas umum, bukan lahan pribadi.
-
Aparat Polresta dan Babinsa melakukan mediasi hingga kedua pihak mencapai kesepakatan, dan proyek dapat dilanjutkan dengan pendampingan serta administrasi yang dinilai lengkap.
SuaraKaltim.id - Keributan antarwarga terjadi di kawasan Jalan Otto Iskandardinata (Otista) Gang 12, Kelurahan Sidodamai, Kecamatan Samarinda Ilir, Kamis, 6 November 2025, pagi.
Ketegangan dipicu perbedaan pandangan terkait pembangunan turap yang masuk dalam program Pemberdayaan Berbasis Wilayah (Probebaya) Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda.
Sejumlah warga diketahui meminta pekerjaan dihentikan, sementara pihak pelaksana proyek dan pengurus lingkungan menilai turap tersebut ditujukan untuk kepentingan fasilitas umum.
Situasi sempat memanas hingga aparat kepolisian turun tangan melakukan penyelesaian di lapangan.
Baca Juga:Aksi Nekat Warga Gali Aspal Demi Kabel, Jalan Abdurrasyid Samarinda Amblas
Pimpinan proyek, Taufik Ismail, menegaskan bahwa pekerjaan tersebut dilakukan berdasarkan pengajuan resmi Ketua RT setempat dan diperuntukkan bagi perbaikan lapangan warga.
“Ini bagian dari program Probebaya, usulan Pak RT karena wilayah itu adalah fasilitas umum. Supaya lapangan bisa digunakan dengan baik,” terangnya, disadur dari kaltimetam.id--Jaringan Suara.com, di hari yang sama.
Ia menyebut proyek turap batu dan kayu ulin itu direncanakan selesai dalam 14 hari, namun telah tiga kali mendapat interupsi dari kelompok warga yang menolak pengerjaan.
“Alasannya mereka bilang tanahnya terganggu, paritnya terganggu. Padahal lokasi yang kami kerjakan itu pasum, bukan tanah pribadi,” tegasnya.
Untuk mengantisipasi eskalasi konflik, aparat Polresta Samarinda bersama Babinsa menggelar mediasi langsung di lokasi.
Baca Juga:Tiga Puluh Tahun Menanti: Kisah Warga Rapak Indah yang Ditinggal Janji Pemkot Samarinda
Pamapta Satu Polresta Samarinda, Ipda Rifki Sactio, mengatakan aparat bergerak cepat meredam ketegangan.
“Kami mendapatkan laporan adanya ketegangan. Setelah mediasi, ternyata ada miskomunikasi antara warga yang menolak dengan pihak yang mendukung,” jelasnya.
Ia memastikan proses pembangunan dapat dilanjutkan setelah kedua pihak menyepakati solusi bersama.
“Administrasinya sudah lengkap. Pendampingan dari Babinsa dan Bhabinkamtibmas juga ada. Proyek dapat kembali berjalan sesuai kesepakatan,” ujarnya.
Kasus ini menunjukkan pentingnya transparansi dan komunikasi yang menyeluruh dalam pelaksanaan proyek berbasis partisipasi warga, terutama di kawasan pemukiman padat.
Pembangunan turap tersebut diharapkan dapat memperkuat struktur lahan sekaligus memaksimalkan penggunaan ruang publik di lingkungan setempat.