-
Pengelolaan lahan eks tambang KPC dinilai belum memberi manfaat ekonomi bagi warga Kutai Timur, karena sebagian besar hanya menyisakan lubang tambang dan beberapa berubah menjadi perkebunan sawit yang tidak berdampak langsung pada masyarakat.
-
Bupati Ardiansyah menekankan tanggung jawab berkelanjutan KPC dan mendorong pemanfaatan lahan pascatambang melalui BUMDes dan koperasi agar manfaatnya dapat dirasakan lebih merata.
-
Kutim harus menyiapkan strategi keberlanjutan sejak masa produksi tambang, dengan mengarah pada model ekonomi hijau dan penerapan nyata prinsip ESG agar pascatambang menyisakan kehidupan, bukan stagnasi ekonomi.
SuaraKaltim.id - Bupati Kutai Timur (Kutim), Ardiansyah Sulaiman, beberapa waktu lalu menyoroti persoalan pascatambang PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Ardiansyah Sulaiman menilai pengelolaan lahan eks tambang di wilayah Kutim yang belum memberi dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
Alih-alih menjadi ruang ekonomi baru, sebagian besar area justru menyisakan hamparan lubang bekas tambang yang tidak produktif.
Kekecewaan itu disampaikan Ardiansyah Sulaiman saat berada di Sangatta, Selasa, 4 November 2025.
Baca Juga:Kendaraan Tambang Masih Pakai Pelat B atau L di Kaltim? Siap-siap Kena Tegur Pemprov!
"Saya kecewa melihat lahan-lahan eks tambang KPC yang begitu luas, tetapi tidak memberi nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar. Padahal, jika dikelola dengan benar, lahan itu bisa menjadi sumber penghidupan baru bagi warga," katanya disadur dari ANTARA, Minggu, 9 November 2025.
Ardiansyah menegaskan bahwa Kutim tidak boleh hanya menjadi lokasi eksploitasi sumber daya alam.
Ia mengingatkan bahwa KPC merupakan salah satu perusahaan tambang terbesar di daerah tersebut dan semestinya memiliki tanggung jawab berkelanjutan terhadap wilayah operasi dan warganya.
Ardiansyah menyayangkan bahwa sebagian lahan pascatambang saat ini justru berubah menjadi perkebunan sawit dengan pola pengelolaan yang tidak memberikan manfaat langsung bagi masyarakat lokal.
Menurutnya, kondisi seperti itu tidak sejalan dengan prinsip keadilan ekonomi.
Baca Juga:Pemprov Kaltim Bidik Potensi Pajak dari 11 Ribu Alat Berat dan Kendaraan Tambang
Pemerintah daerah, lanjutnya, terbuka untuk menjalin kerja sama pengelolaan lahan pascatambang melalui badan usaha milik desa (BUMDes) maupun Koperasi Desa Merah Putih agar manfaat ekonomi dapat dirasakan lebih merata.
Tanpa strategi keberlanjutan sejak dini, Ardiansyah menilai Kutim berpotensi menghadapi stagnasi ekonomi ketika aktivitas pertambangan berhenti.
"Tambang harus menyisakan kehidupan, bukan lubang. Karena itu konsep ESG (Environment, Social, Governance) harus diterapkan nyata di lapangan," ujarnya.
Ardiansyah menekankan bahwa Kutim harus mulai mengarah pada model pertumbuhan ekonomi hijau.
Keberlanjutan pascatambang, tegasnya, bukan sesuatu yang dikerjakan setelah tambang selesai, melainkan harus direncanakan sejak masa produksi masih berjalan.