- Persoalan mutu dan kesejahteraan dosen menjadi materi yang terus dibahas.
- Pada bahasan itu muncul problem lama mulai kualifikasi akademik hingga ketimpangan gaji.
- Revisi UU Sisdiknas diharapkan memberi kepastian baru melalui rumusan yang lebih adil.
SuaraKaltim.id - Upaya memperbarui Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) memasuki tahap krusial.
Persoalan mengenai mutu dan kesejahteraan dosen menjadi salah satu titik tekan yang terus dibahas. Banyak problem lama muncul kembali mulai dari kualifikasi akademik hingga ketimpangan gaji.
Penyehatan sistem pendidikan tinggi diharapkan dapat berlangsung melalui revisi UU Sisdiknas yang menyatukan sejumlah aturan yang selama ini tersebar.
Pembahasan diarahkan pada empat hal pokok yaitu kualifikasi akademik rasio dosen mahasiswa distribusi dosen serta jaminan kesejahteraan dan perlindungan profesi.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menegaskan perlunya penataan ulang standar akademik. Ia menyebut masih banyak dosen yang belum bergelar doktor padahal tuntutan pendidikan tinggi mengarah pada kebutuhan tenaga pengajar berkualifikasi tinggi dan peningkatan kompetensi tidak bisa lagi bersifat opsional.
"Gelar itu wajib karena posisi dosen harus lebih tinggi dari mahasiswa secara akademik. Zaman berubah cepat. Dosen tidak boleh berhenti belajar. Mereka harus terus meningkatkan kualitas melalui reskilling," ujar Hetifah saat menghadiri sosialisasi peningkatan mutu dosen di kampus FMIPA Unmul pada Jumat (5/12/2025).
Hetifah juga menyoroti rasio dosen dan mahasiswa yang timpang. Menurutnya kondisi jutaan mahasiswa dengan jumlah dosen yang stagnan menyebabkan beban kerja yang makin berat.
Hal ini berdampak pada rendahnya kesempatan dosen untuk melakukan penelitian dan publikasi. Karena itu Komisi X mendorong adanya aturan baru yang menstandarkan kualifikasi minimal jenjang karier dan insentif bagi dosen yang memenuhi standar mutu.
Persoalan gaji menjadi isu paling menonjol dalam diskursus revisi UU Sisdiknas. Hetifah menyebutkan masih banyak dosen yang menerima gaji di bawah tiga juta rupiah per bulan. Kondisi ini paling sering terjadi di perguruan tinggi swasta dan daerah. Ia menilai ketimpangan ini mencerminkan persoalan struktural dalam tata kelola pendidikan tinggi.
"Ini ironis. Kita menuntut kualitas tinggi dari dosen tetapi imbalan mereka sangat rendah," katanya.
Hasil pemantauan DPR memperlihatkan banyak dosen harus mengajar berlebih demi mencukupi kebutuhan hidup sambil tetap diwajibkan memenuhi target penelitian dan publikasi.
Revisi UU Sisdiknas diharapkan memberi kepastian baru melalui rumusan kompensasi yang lebih adil. Ketentuan yang sedang disiapkan mencakup gaji pokok tunjangan profesi tunjangan fungsional tunjangan khusus hingga manfaat tambahan sebagai penyeimbang beban kerja.
DPR mendorong negara hadir melalui regulasi dan anggaran pendidikan yang lebih berpihak. Hetifah secara terbuka mendesak pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan tinggi secara proporsional agar peningkatan mutu tidak hanya bergantung pada perguruan tinggi
Hetifah menilai masalah terbesar dalam tata kelola pendidikan adalah fragmentasi aturan. Sistem pendidikan nasional selama ini diatur oleh banyak undang undang yang berdiri sendiri seperti UU Guru dan Dosen UU Pendidikan Tinggi hingga regulasi tentang pesantren
"Akibatnya banyak tumpang tindih aturan. Status pendidik menjadi tidak jelas terutama di daerah terpencil," ungkapnya.