Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Minggu, 15 Agustus 2021 | 16:39 WIB
David Richard saat memproduksi film. [Presisi.co]

SuaraKaltim.id - Stigma buruk memang sering diberikan pada sineas lokal Kaltim. Namun, anggapan pembuat film dari luar Jawa tak punya daya saing itu ditepis David Richard. Buktinya, karya pria asal Kukar ini, yang berjudul Ranam dan Looking for Land mendapatkan penghargaan dalam acara bergengsi seperti Jogja-Netpac Asian Film Festival.

Ia menceritakan perjalanan kariernya sebagai sutradara film saat dirinya mulai kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta pada 2012 silam. Awal ia menyukai film, lantaran sewaktu kecil kerap melihat mendiang ayahnya merekam momen bersama keluarga menggunakan handycam.

“Kalau sekarang disebut vlog," kata pria 27 tahun itu, disadur dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Minggu (15/8/2021).

Sewaktu kuliah, untuk mendapatkan posisi sebagai sutradara itu cukup sulit. Namun, ada saat di mana naskah yang ditulis olehnya dipilih untuk diangkat menjadi film dan ia menjadi sutradaranya.

Baca Juga: Nasib Guru Honor di Pelosok Kukar, Gaji Rp 250 Ribu Perbulan, Jadi Nelayan Untuk Tambahan

"Awalnya saya editor, karena posisi tata suara masih sedikit, saya mencoba menjadi tata suara, dan di penugasan dokumenter, saya mencoba mengambil job desk sebagai dop," sebutnya.

Setelah menyelesaikan kuliah di ISI Jogjakarta, ia memutuskan kembali ke kampung halaman tercinta, Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar). Ia mau melanjutkan impiannya sebagai sineas. Setibanya di Kukar, ia kesulitan mengumpulkan orang yang ingin bersanding dan memiliki tujuan yang sama dengannya.

Kemudian, bersama temannya mendirikan East Borneo Film. Menurutnya, sudah banyak pembuat film di Kukar yang mengetahui cara membuat film. Namun masih terkendala beberapa hal. Misalnya karena minimnya investor dan budget untuk memproduksi film.

Untungnya pada akhir 2020, ia bertemu dengan orang yang ingin membantu dan mengajak sineas lokal menggarap film bersama Satlantas Kukar. Kemudian bekerja sama dengan Ahmad Riyanto (Diskominfo Kukar), dan didukung masyarakat Muara Enggelam.

"Dari situ terciptalah teaser Guru Beru dan film pendek Duduk Sorangan," ucapnya.

Baca Juga: Hendak Panen Aren, Pria Ini Temukan Jasad Wanita Dalam Karung

Selain itu, tahun ini ia berencana membuat Festival Film, yang menurutnya akan mengejutkan penikmat film di luar Kalimantan. Setelah di 27 Maret 2021 lalu ia sukses menggelar bioskop terapung yang menayangkan karya sineas lokal di atas Danau Melintang, Desa Muara Enggelam, Kukar.

Terciptanya teaser Guru Beru diharapkannya menjadi debut pertama film panjangnya. Kemudian film pendek Duduk Sorangan diharapkan bisa mengikuti festival film bergengsi.

“Saya harap bioskop terapung bisa menjadi Festival Film Terapung,” sebutnya.

Ia memiliki harapan menjadi sutradara di industri besar, kemudian bisa mengenal lebih banyak sineas untuk berkolaborasi membuat karya yang lebih berkualitas. Ia juga ingin sineas Kukar didukung pemerintah untuk lebih mengenalkan lagi budaya Kukar.

Lebih lanjut, masa pandemi ini diakui semakin membebani para sineas lokal. Event yang dihentikan membuat mereka sulit mendapatkan pemasukan. Produksi film jadi banyak yang dibatalkan.

"Kami sempat pesimistis dan mati suri di awal 2020," ungkapnya.

Namun tak berhenti disitu, dirinya tetap ingin memberikan api semangat yang ia miliki kepada sineas lokal. Dirinya bahkan membagikan beberapa tips kepada para sineas lokal.

"Ketika membuat karya, sebaiknya mendengarkan orang sekitar dan lebih peka dengan lingkungan," tandasnya.

Dalam waktu dekat, dirinya akan menggarap video klip band Samarinda, Murphy Radio. Band ini pernah manggung di Kanada dan lagunya tembus di market place musik Jepang. Ia saat ini bekerja sebagai tim kreatif di Erutia Multimedia. 

Load More