Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Senin, 10 Januari 2022 | 22:02 WIB
Kasi Pidana Khusus Kejari Bontang Ali Mustofa mengaku proses penyidikan kasus korupsi Perusda AUJ masih berjalan. [KlikKaltim.com]

SuaraKaltim.id - Status 5 orang tersangka kasus korupsi dana penyertaan modal Perusda Aneka Usaha dan Jasa (AUJ) di tahun kedua belum berubah, sejak ditetapkan Juni 2020 lalu.

Kelima tersangka ini yakni, mantan Direktur Bontang Transport berinisial AMA, mantan Direktur Bontang Investindo Karya Mandiri YIR, mantan Direktur BPR Bontang Sejahtera YLS, mantan Direktur Bontang Karya Utamindo, LSK dan ABM mantan Direktur CV Cendana atau rekanan fiktif Perusda AUJ.

Mereka masih berstatus tersangka sejak ditetapkan pada Juni 2020 lalu. Berkas perkara para tersangka belum dilimpahkan ke pengadilan.

Penyidik kala itu menetapkan ke-5 petinggi perusahaan sesuai fakta hukum dari persidangan diperkuat pertimbangan majelis hakim. Kasi Pidana Khusus Kejari Bontang, Ali Mustofa mengatakan, proses penyidikan kasus ini masih berjalan.

Baca Juga: Lima Belas Pegawai di Bontang Positif Narkoba, Pengamat: Harus Dipecat

"Bukan jalan di tempat, tunggu saja-lah akan saya selesaikan (kasus Perusda) ini," ungkapnya melansir dari KlikKaltim.com--Jaringan Suara.com, Senin (10/1/2022). 

Ia menjelaskan, proses penyidikan ini memakan waktu cukup panjang karena sejumlah keterangan masih diperlukan sebelum dilimpahkan. 

Tapi dirinya enggan membeberkan hambatan yang dimaksud. "Jangan dibeberkan kalau sedang penyidikan, nanti saja lah," katanya. 

Di samping itu, dirinya mengaku kekurangan jaksa penyidik. Ia mengaku harus menyelesaikan sejumlah pekerjaan yang menumpuk seorang diri. 

"Saya sendiri, persidangan ada 3. Belum lagi kasus KJKS Halal dan BME," ujarnya.

Baca Juga: Eks Bupati Labura Kembali Dituntut 1,5 Tahun Penjara, Ini Kasusnya

Kasus korupsi ini bermula saat Pemkot Bontang menggelontorkan anggaran Rp 16,9 miliar lebih ke tubuh Perusda AUJ 2014-2015 silam. Dana itu rencananya dimanfaatkan untuk pengembangan unit bisnis dari perusahaan. Belakangan anggaran itu tak tepat sasaran hingga menyebabkan kerugian negara. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat kerugian negara dari kasus ini sebanyak Rp 8 miliar.

Load More