Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Kamis, 06 April 2023 | 17:29 WIB
Ilustrasi batu bara di Berau. [Istimewa]

Dalam konteks yang lebih luas, menurut Agus, laju pertumbuhan untuk daerah yang sudah bagus secara ekonomi, biasanya pertumbuhan ekonominya tidak terlalu melonjak secara signifikan.

Hal itu membuat daerah tersebut berkutat pada perjuangannya mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang ad, sehingga ekonominya bisa bergerak stagnan.

“Tapi untuk daerah yang baru membangun, kan laju pertumbuhan ekonominya dihitung tahun ini dan tahun yang akan datang. Apa yang terjadi? Lonjakan ekonominya pasti tinggi. Ada peningkatan investasi di sana,” sambungnya.

Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi untuk daerah yang sudah bagus ekonominya justru akan bergerak signifikan jika ada pendongkrak ekonomi alternatif.

Baca Juga: Pencuri Batu Bara di Atas Tongkang Tewas Kena Tembakan Peringatan

Salah satu pendongkrak ekonomi alternatif Berau yang saat ini sedang diupayakan yakni pengelolaan gas alam di Kampung Birang, Kecamatan Gunung Tabur yang dikelola oleh South Bengara II.

“Jika South Bengara ini beroperasi di 2024, pasti terjadi lonjakan ekonomi di Berau,” tambahnya.

Sedangkan untuk sektor pertanian, hal yang bisa dilakukan adalah memperbaiki kebijakan yang masih bersifat konvensional menuju kebijakan yang lebih modern, yakni melakukan mekanisasi di sektor pertanian.

“Sehingga tadinya lahan persawahan yang masih digarap menggunakan tenaga manusia, diganti dengan tenaga mesin seperti hand traktor,” ungkapnya.

Kebijakan itu perlu ditempuh sebab kondisi pertanian dan bahan baku pertanian di Berau masih tergolong rentan. Banyak komoditas pertanian seperti beras juga masih didatangkan dari luar, khususnya dari Jawa dan Sulawesi.

Baca Juga: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menurun

“Untungnya perdagangan dari sana itu lancar saja. Sehingga ketersediaan barang tetap terjaga,” bebernya.

Lebih lanjut, percepatan trasformasi di sektor pertanian ini perlu dilakukan agar bahan baku lokal pertanian bisa mengalami kemajuan.

“Semangka misalnya. Dulu kita datangkan dari kapal-kapal pinisi itu. Sekarang mereka tidak datangkan lagi. Karena semangka dari angkutannya saja sudah mendominasi harga,” tegasnya.

Karena itu, untuk sektor pertanian khususnya, perlu diakui belum terjadinya surplus beras. Hal itu juga terjadi karena lahan persawahan petani juga terancam.

Tak hanya itu, tenaga kerja di sektor pertanian pun kian menurun sebab banyak yang memilih untuk bekerja di sektor pertambangan.

“Karena secara riil lebih menguntungkan. Kemudian duitnya juga cepat datang dan tidak ada faktor risiko. Sehingga sawah-sawah kita tidak tergarap maksimal,” tambahnya.

Load More