Dalam konteks yang lebih luas, menurut Agus, laju pertumbuhan untuk daerah yang sudah bagus secara ekonomi, biasanya pertumbuhan ekonominya tidak terlalu melonjak secara signifikan.
Hal itu membuat daerah tersebut berkutat pada perjuangannya mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang ad, sehingga ekonominya bisa bergerak stagnan.
“Tapi untuk daerah yang baru membangun, kan laju pertumbuhan ekonominya dihitung tahun ini dan tahun yang akan datang. Apa yang terjadi? Lonjakan ekonominya pasti tinggi. Ada peningkatan investasi di sana,” sambungnya.
Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi untuk daerah yang sudah bagus ekonominya justru akan bergerak signifikan jika ada pendongkrak ekonomi alternatif.
Salah satu pendongkrak ekonomi alternatif Berau yang saat ini sedang diupayakan yakni pengelolaan gas alam di Kampung Birang, Kecamatan Gunung Tabur yang dikelola oleh South Bengara II.
“Jika South Bengara ini beroperasi di 2024, pasti terjadi lonjakan ekonomi di Berau,” tambahnya.
Sedangkan untuk sektor pertanian, hal yang bisa dilakukan adalah memperbaiki kebijakan yang masih bersifat konvensional menuju kebijakan yang lebih modern, yakni melakukan mekanisasi di sektor pertanian.
“Sehingga tadinya lahan persawahan yang masih digarap menggunakan tenaga manusia, diganti dengan tenaga mesin seperti hand traktor,” ungkapnya.
Kebijakan itu perlu ditempuh sebab kondisi pertanian dan bahan baku pertanian di Berau masih tergolong rentan. Banyak komoditas pertanian seperti beras juga masih didatangkan dari luar, khususnya dari Jawa dan Sulawesi.
Baca Juga: Pencuri Batu Bara di Atas Tongkang Tewas Kena Tembakan Peringatan
“Untungnya perdagangan dari sana itu lancar saja. Sehingga ketersediaan barang tetap terjaga,” bebernya.
Lebih lanjut, percepatan trasformasi di sektor pertanian ini perlu dilakukan agar bahan baku lokal pertanian bisa mengalami kemajuan.
“Semangka misalnya. Dulu kita datangkan dari kapal-kapal pinisi itu. Sekarang mereka tidak datangkan lagi. Karena semangka dari angkutannya saja sudah mendominasi harga,” tegasnya.
Karena itu, untuk sektor pertanian khususnya, perlu diakui belum terjadinya surplus beras. Hal itu juga terjadi karena lahan persawahan petani juga terancam.
Tak hanya itu, tenaga kerja di sektor pertanian pun kian menurun sebab banyak yang memilih untuk bekerja di sektor pertambangan.
“Karena secara riil lebih menguntungkan. Kemudian duitnya juga cepat datang dan tidak ada faktor risiko. Sehingga sawah-sawah kita tidak tergarap maksimal,” tambahnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kekayaan Hakim Dennie Arsan Fatrika yang Dilaporkan Tom Lembong: Dari Rp192 Juta Jadi Rp4,3 Miliar
- Tanggal 18 Agustus 2025 Cuti Bersama atau Libur Nasional? Simak Aturan Resminya
- Di Luar Prediksi, Gelandang Serang Keturunan Pasang Status Timnas Indonesia, Produktif Cetak Gol
- Resmi Thailand Bantu Lawan Timnas Indonesia di Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Agustus: Klaim 3.000 Gems dan Pemain 111
Pilihan
-
Deretan Kontroversi Bella Shofie, Kini Dituduh Tak Pernah Ngantor sebagai Anggota DPRD
-
Klub Belum Ada, Bursa Transfer Mau Ditutup! Thom Haye Ditolak Mantan
-
Menko Airlangga Cari-cari Rojali dan Rohana di Tengah Pertumbuhan Ekonomi 5,12 Persen: Hanya Isu!
-
Data Ekonomi 5,12 Persen Bikin Kaget! Tapi Raut Wajah Sri Mulyani Datar dan Penuh Misteri!
-
Harus Viral Dulu, Baru PPATK Buka 122 Juta Rekening Nasabah yang Diblokir
Terkini
-
Sekolah Rakyat Bontang Bakal Punya Asrama, Klinik, dan Fasilitas Olahraga Lengkap Berstandar FIFA
-
Bendera One Piece Viral, Kapolres Samarinda: Ini Bukan Anime, Ini HUT RI!
-
Debu Batu Bara Cemari Laut Kaltim, DLH: STS dan Pembersihan Tongkang Harus Diawasi
-
Di Tengah Proyek IKN, PPU Tetap Fokus Bantu Warga Miskin Akses Sekolah
-
Bendera Jolly Roger Diingatkan Polisi Samarinda: Boleh Tren, Tapi Bukan di 17-an