Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Sabtu, 20 Januari 2024 | 19:34 WIB
Kantor Balai Kota Samarinda. [kaltimtoday.co]

Ia mengatakan, jika penelusuran media sudah valid dan konkret tak perlu ada inisial nama lagi. Lalu, ia menyatakan, mobilisasi seperti itu sudah dilakukan di nasional kemudian di tarik oleh pemerintah daerah (Pemda).

"Kalau saya sih, enggak usah terlalu disorot lah yang di daerah-daerah ini. Di level nasional aja kelakuannya kayak begitu kok. Ya enggak? Anak disuruh jadi Wapres, disuruh jadi ketua partai, dimobilisasi ini itu, kan semua secara gamblang dan kasat mata dilihat, dipertontonkan. Jadi, kalau ada di daerah kayak begitu, saya pikir sudah bukan hal yang tabu. Meskipun secara etika politik, aturannya, tidak membolehkan," ujarnya.

Ia membeberkan, ada beberapa RT di Palaran yang diberhentikan. Katanya, mereka pengurus partai.

Ia melanjutkan, pemberhentian para RT tersebut diduga disengaja. Ia merasa para RT diberhentikan dengan cara mencari alasan-alasan tertentu.

Baca Juga: Sudah Lengkap, KPU Samarinda Siap Distribusikan Logistik Pemilu

"Ada beberapa waktu lalu, ada surat pemberhentian (beberapa) RT di Palaran. Ada 4 orang RT diberhentikan karena (mereka) pengurus partai. RT-RT itu juga sama. Pernah juga ada oknum dan orang-orang tertentu meminta fotocopy KTP sebanyak 50 orang, tapi mereka tidak mau menyetor itu, tidak mau mendata. Akhirnya dicarikan alasan (untuk diberhentikan)," lanjutnya.

Ia mengaku ikut menelusuri status RT-RT tersebut. Seperti mencari pembuktian langsung dengan memeriksa Sipol KPU.

"Ditracking, ternyata Ketua RT ini terdaftar sebagai pengurus partai politik dan caleg. Sementara, setelah kita tracking (lagi) di tempat lain, termasuk Ketua LPM-nya, itu masih terdaftar sebagai pengurus partai. Ada buktinya di Sipol KPU. (Saya sempat bertanya) kenapa tidak diganti? (Katanya) sudah mundur. Harusnya, diberikan pilihan (buat) RT-RT ini kalau memang ada (pilihan). Dan, yah, kalau ada Perwalinya," tambahnya.

Ia juga menyinggung soal peraturan RT yang seharusnya bukan diatur di Peraturan Wali Kota (Perwali). Namun di Peraturan Daerah (Perda).

Ia menegaskan, RT bukan jabatan struktural. Namun, jabatan tersebut masuk dalam kepegawaian.

Baca Juga: Pasar Pagi Samarinda Jadi Sasaran Pencurian Rolling Door

"(Tapi) sebenarnya, yang mengatur (peraturan soal) RT itu bukan Perwali. Tetapi Perda. Enggak boleh (seharusnya) karena bukan jabatan struktural, kepegawaian itu (jabatan) RT. (Arti) RT itu adalah kelompok-kelompok yang dipilih langsung oleh masyarakat. Dia (RT) bukan bagian dari pemerintahan, tapi dia bekerja untuk pemerintahan," lugasnya.

Load More