Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Senin, 04 Maret 2024 | 19:45 WIB
Ilustrasi PLTA di Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) oleh PT Kayan Hydro Energi (KHE). [Ist]

Diterbitkan pada 2014, Doni menilai sudah terlalu lama. Padahal mestinya 3 tahun sekali dilakukan review. Begitu pun perizinan, sebagai kebijakan yang harus dilakukan pemerintah.

Selain itu, juga menjadi atensi adalah keterbukaan infromasi detail agenda PLTA, baik dampak negatif maupun positif. Kemudian juga perlu dilakukan kajian terhadap dampak kerentanan terhadap perempuan dengan adanya PLTA.

"Pastinya untuk setiap proyek itu pasti ada evaluasinya. Apalagi sudah sampai 10 tahun seperti yang saat ini," katanya.

Dicabut dari PSN

Baca Juga: Sekdaprov Kaltim Dorong Percepatan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat

Sementara itu, pasca dicabutnya status PT Kayan Hydro Energy (KHE) dari salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), masyarakat mempertanyakan project yang tengah berjalan.

Untuk diketahui, izin PT KHE yang lebih dari 10 tahun dianggap sia-sia lantaran tidak ada kejelasan pembangunan dan pembaruan Amdal. Meski demikian, PT KHE mengklaim pihaknya masih dalam proses pembangunan dan akan selesai sesuai target.

Dony Tatiana menerangkan masyarakat mempertanyakan dampak dari pencabutan status PSN PT KHE.

“PSN sudah dicabut, terus dampaknya apa. Setelah dicabut ada banyak dampak lain seperti soal project berjalannya pakai apa,” ucapnya.

Sejak tahun 2014, lanjut dia, PT KHE memiliki kewajiban memperbarui Amdal. Pihaknya mempertanyakan beragam izin aktivitas yang harusnya terbuka, namun tidak diketahui oleh publik.

Baca Juga: Basri Rase Berencana, Boyong Seluruh RT Ikut Bimtek di Luar Daerah

“Amdal yang ada tahun 2014, sampai kini tidak ada amdal baru. Pertanyaan dasar, mereka sudah mau konstruksi menurut pengakuan mereka ada puluhan izin kegiatan tersebut,” ujarnya.

Sementara itu, segala aktivitas konstruksi wajib menyertakan izin dan diketahui publik.

“Sederhana mau ngebom harus ada izin peledak dan lain-lain, project sebesar ini aneh kalau publik tidak tahu,” sebutnya.

Tidak hanya persoalan izin, Doni juga mempertanyakan peruntukan pembangunan PLTA PT KHE ini. Menurutnya, salah satu alasan pembangunan PLTA raksasa itu dulunya untuk menyuplai listrik ke Ibu Kota Nusantara (IKN).

Namun pihaknya melihat, Pemerintah Pusat tengah membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 50 megawatt (MW) di IKN.

Saat ini, kondisi masyarakat di Peso Kaltara dalam posisi antara diuntungkan dan tidak. Sebab status secara project berjalan, tapi tidak jelas dan terkesan jalan di tempat.

Load More