Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Kamis, 07 Maret 2024 | 16:15 WIB
Ilustrasi pembuatan tato Mentawi secara tradisional. [Ist]

SuaraKaltim.id - Tato di masyarakat Suku Dayak menjadi salah satu tradisi yang masih terus dilestarikan oleh sebagian warganya yang berada di Kalimantan.

Tidak semua subsuku Dayak memiliki tradisi menato, hanya sebagian subsuku saja yang masih menjalani tradisi turun temurun dari nenek moyang ini.

Suku Iban termasuk salah satu subsuku Dayak yang mengembangkan tradisi budaya tato selain Kenyah, Kayan, Bahau, Sa'ban, Ngaju, dan Bakumpai.

Menurut sejarah, budaya tato dalam masyarakat Dayak, termasuk Dayak Iban adalah tradisi nenek moyang yang telah diwariskan secara turun-temurun kira-kira sejak 1500–500 SM.

Baca Juga: Uyao Moris, Maestro Sape dari Kalimantan yang Mendunia

Salah satu pengembangan tato Dayak Iban terdapat berada di wilayah Kecamatan Embaloh, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.

Bahkan, pada 2010 lalu, tato Dayak Iban itu telah dicatatkan pada Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia dengan nomor registrasi 2010000939.

Masyarakat Iban menyebut tato sebagai "uker" atau "pantang" dalam bahasa ibu mereka. Lalu dibandingkan subsuku lain, pantang Iban cenderung "lebih kasar" atau berukuran lebih besar dan tidak terlalu rumit atau detail.

Keunikan dari tato Dayak Iban ini termasuk dalam proses pembuatannya yang masih tradisional.

Alat yang digunakan untuk menusuk kulit ari dalam proses merajah tubuh orang Iban adalah jarum atau duri semak atau pohon tertentu, misalnya duri pohon jeruk.

Baca Juga: Siapa Suku Dayak Iban? Dikenal Sebagai Penjaga Hutan Selama Ratusan Tahun

Lalu beberapa jarum atau duri itu dijepit dengan "pelaik", yaitu semacam kayu kecil yang dibelah ujungnya dan pemukulnya dibuat dari sebatang rotan atau kayu.

Load More