Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Kamis, 27 Maret 2025 | 17:58 WIB
Ilustrasi limbah industri diduga sebabkan kematian ikan massal di Bontang Lestari. [ANTARA]

SuaraKaltim.id - Kasus ribuan ikan mati di Perairan Bontang Lestari yang diduga terkait limbah cair dari PT Energi Unggul Persada (EUP) memicu reaksi keras dari DPRD Bontang.

Winardi, Ketua Fraksi PDIP dan Wakil Ketua Komisi B DPRD Bontang, menuntut pemerintah dan instansi terkait untuk segera mengambil langkah tegas. Hal itu disampaikan Winardi, Senin (24/03/2025) kemarin.

“Kami tidak bisa hanya mengandalkan pernyataan perusahaan yang menyatakan sedang melakukan investigasi. Pemerintah harus bertindak cepat, bukan sekadar menunggu hasil uji lab dari pihak yang diduga sebagai sumber masalah,” tegas Winardi, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Kamis (27/03/2025).

Winardi mengungkapkan, kejadian ini bukanlah yang pertama. Menurut informasi dari nelayan, kasus serupa telah terjadi beberapa kali tanpa ada tindakan konkret dari pemerintah atau perusahaan.  

Baca Juga: Jadwal Imsak untuk Balikpapan, Samarinda dan Bontang 23 Maret 2025

“Jika ini benar sudah berulang, di mana peran pemerintah dalam pengawasan? Jangan sampai ada pembiaran yang merugikan masyarakat,” ucap pria yang akrab disapa Awin ini.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Bontang, Winardi. [kaltimtoday.co]

Pentingnya Investigasi oleh Pihak Netral

Winardi menekankan perlunya melibatkan pihak independen dalam proses investigasi untuk memastikan hasil yang dapat dipercaya. 

“Kita perlu uji laboratorium yang dilakukan oleh pihak ketiga, bukan hanya oleh perusahaan. Jika ada pelanggaran, sanksi tegas harus diberikan,” katanya. 

Selain itu, ia mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bontang untuk membuka data terkait kualitas air di sekitar perairan tersebut selama beberapa tahun terakhir.  

Baca Juga: Jadwal Buka Puasa untuk Balikpapan, Samarinda dan Bontang 20 Maret 2025

“Jika ada pencemaran, pasti ada jejaknya. Data ini harus transparan dan terbaru, jangan sampai ditutup-tutupi,” tegasnya.  

Dia juga mempertanyakan komitmen PT EUP terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Ia menyayangkan jika perusahaan memiliki izin pembuangan limbah cair namun tetap menimbulkan dampak buruk seperti ini.  

“Jika mereka mengklaim limbahnya sesuai standar, mengapa ribuan ikan bisa mati? Ini perlu penjelasan ilmiah, bukan sekadar pernyataan normatif,” sindirnya.  

Ia menegaskan bahwa perusahaan harus siap bertanggung jawab jika terbukti bersalah.  

“Jika terbukti mencemari lingkungan, perusahaan tidak boleh lepas tangan. Mereka harus memberikan ganti rugi kepada nelayan yang kehilangan mata pencaharian,” tegas Winardi.  

Sebagai tindak lanjut, Komisi B DPRD Bontang berencana memanggil perwakilan PT EUP, DLH, dan Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, dan Pertanian (DKP3) untuk dimintai klarifikasi. Mereka juga akan mendorong penerapan kebijakan pengawasan yang lebih ketat terhadap industri di Bontang.  

“Kami tidak akan membiarkan kejadian ini berlalu begitu saja. DPRD akan memastikan ada tindakan nyata, bukan sekadar janji,” tutur Winardi.

Laut bontang tercemar. [KlikKaltim.com]

Limbah Industri Diduga Sebabkan Kematian Ikan Massal di Bontang Lestari

Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang mengambil langkah cepat usai insiden ribuan ikan di perairan Bontang Lestari mati diduga akibat terpapar limbah perusahaan.

Tak lama usai laporan diterima, Pemkot Bontang segera berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim, meminta mereka turun dan memeriksa kematian ribuan ikan tersebut.

Hal itu disampaikan Agus ketika dikonfirmasi pada Senin (24/03/2025) siang kemarin. 

"Kami kami sudah koordinasi. Kalau tidak salah, Jumat mereka (DLH Kaltim) sudah turun, mengecek langsung ke lokasi," kata Agus disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Rabu (26/03/2025).

Agus menjelaskan, investigasi langsung di lapangan oleh DLH Kaltim dibutuhkan guna mencari tahu kebenaran di balik matinya ribuan ikan di sekitar perairan Bontang Lestari.

Pemeriksaan langsung ini juga penting, guna menghindari tuding menuning tanpa diperkuat dengan data dan bukti.

"Dari provinsi yang akan buktikan hasil lab nya nanti. Apakah dari PT tertentu, misalnya EUP atau ada yang lain biar tidak salah menduga," sebutnya.

Kendati DLH telah turun mengecek lokasi dan mengambil sampel di sekitar perairan yang tercemar, namun Agus belum bisa memastikan kapan hasil uji lab terbit. 

Lebih jauh dikatakan politikus Gerindra ini, Bontang selama ini dikenal sebagai kota industri, dan pemerintah juga telah menetapakan beberapa bagian wilayahnya sebagai markas perusahaan besar.

Itu artinya, kata Agus, Bontang harus terbuka akan hadirnya investor, baik dalam maupun luar negeri. 

Namun, ada risiko yang bisa saja muncul akibat keberadaan mega industri tersebut. Semisal persoalan lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Oleh sebab itu, kata Agus, yang harus disiapkan sejak awal ketika Bontang telah ditetapkan sebagai kota industri adalah penguatan regulasi.

Regulasi itu diperlukan agar menjadi rambu bagi para pengembang yang ingin masuk berinvestasi di Bontang. Pun sebagai panduan ketika perusahan kelak mulai beroperasi.

"Ini sudah harus disiapkan ketika pengembang sudah ajukan proses izin. Nanti semua itu (regulasi, rambu-rambu) harus tertuang dalam satu dokumen, misalnya di Amdal harus tertuang di dalamnya. Kewajiban apa yang harus dilakukan sebelum izin operasi dan bangunan kita berikan. Jadi itu harus dipedomani," urainya.

Ketika perusahaan telah mengantongi berbagai izin, sudah berdiri bahkan beroperasi, artinya seluruh aturan telah dipenuhi oleh perusahaan, mereka dinyatakan layak. 
 
Bila di kemudian hari terjadi insiden tidak diinginkan, kata Agus, besar kemungkinan itu dilakukan oleh oknum di perusahaan. Ada kelalaian dilakukan pekerja.

"Makanya saya minta, perusahaan harus punya pengawasan sendiri dan kami pemerintah juga harus punya pengawasan secara berkala sehingga tidak terjadi hal seperti ini," tegasnya.

Terkait insiden dugaan pencemaran di perairan Bontang Lestari, karena dugaan kelalaian pekerja perusahaan, nelayan jadi terdampak.

Hasil tangkapan mereka berkurang, praktis penghasilannya pun ikut seret.

"Kalau hasil lab membuktikan akibat kelalaian lerusahaan, maka jadi tanggung jawab perusahaan memberikan kompensasi terhadap nelayan itu," tandasnya.

Load More