Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Rabu, 16 April 2025 | 14:56 WIB
Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Hairul Anwar. [Ist]

Namun, ia menilai bahwa investor tentu akan mempertimbangkan peluang dan potensi keuntungan sebelum membangun SPBU non-Pertamina di Kaltim.

“Di Jakarta saja beda harganya berapa? Bagi kita, tidak ada aturan yang melarang,” ucap Hairul.

Akan tetapi, perbedaan harga BBM antara SPBU Pertamina dan swasta dinilai dapat menimbulkan keresahan, terutama di kalangan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.

Apalagi, sebagian besar masyarakat kini cenderung menjadi konsumen yang selektif dalam memilih produk yang paling menguntungkan bagi mereka.

Baca Juga: Motor Rusak, Usaha Mandek, Warga Samarinda Keluhkan Dampak BBM Oplosan

“Kalau bagi driver ojek online (ojol), itu akan sangat berpengaruh, karena mereka makan berapa liter sehari? Berbeda dengan masyarakat yang beli seliter per 3 hari dalam seminggu,” lanjutnya.

Ia juga menyarankan agar Pertamina membentuk tim khusus untuk menelusuri akar persoalan dari fenomena motor brebet, mulai dari tahap produksi BBM hingga distribusinya ke SPBU.

“Jadi masalahnya adalah tahu masalahnya di mana. Kenapa ada SPBU yang tidak bermasalah, kan bisa dicek,” ujarnya.

Hairul pun merinci hal-hal yang seharusnya menjadi fokus pengecekan, seperti kondisi SPBU, tangki penyimpanan, tanggal pre-order, armada pengangkut BBM, hingga batch produksi serta kode produksinya.

“Jadi itulah yang kita perlu terus telusuri sehingga begitu selesai. Oh, masalahnya A. Kita perbaiki aturan baru, cara baru,” tutupnya.

Baca Juga: Saat Motor Brebet Jadi Isu Publik, Pemerintah Dinilai Gagal Jaga Komunikasi Krisis

Kontributor: Giovanni Gilbert

Load More