-
Orangtua siswa mengeluhkan dugaan penjualan buku di SDN 17 Sungai Pinang karena menilai fasilitas belajar seharusnya ditanggung pemerintah.
-
Kepala sekolah Dahlina mengakui ada penjualan LKS, namun menegaskan hal itu hanya pilihan akibat kekurangan buku LKPD, bukan kewajiban.
-
LKS bersifat pendukung untuk belajar di rumah, sementara persoalan yang muncul disebut karena miskomunikasi antara pihak sekolah dan orangtua.
SuaraKaltim.id - Isu dugaan praktik penjualan buku di SD Negeri 17 Sungai Pinang memicu perbincangan setelah salah satu orangtua siswa kelas dua menyampaikan keluhan.
Orangtua tersebut beranggapan, fasilitas belajar semestinya sudah disediakan pemerintah sehingga tidak ada keharusan membeli buku tambahan.
Menanggapi hal itu, Kepala SDN 17 Sungai Pinang, Dahlina, tidak menampik adanya penjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) bagi siswa kelas dua.
Namun ia menegaskan, kebijakan itu bukan kewajiban, melainkan respons atas kekurangan buku Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang tersedia di sekolah.
Hal itu ia sampaikan, Sabtu, 27 September 2025.
“Jadi buku LKPD itu kurang yang datang setelah kenaikan kelas, karena data yang masuk itu tahun lalu,” ucapnya, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Senin, 29 September 2025.
Dahlina menjelaskan, terbatasnya jumlah LKPD membuat pihak sekolah harus membagikan buku secara bergiliran untuk kebutuhan belajar di kelas.
Kondisi itu kemudian mendorong sebagian orangtua siswa meminta rekomendasi buku tambahan agar anak-anak tetap memiliki acuan belajar di rumah.
“Karena kurang, jadi buku LKPD yang ada kita gunakan untuk materi pembelajaran secara bergiliran, sehingga wali murid ada yang meminta supaya direkomendasikan buku LKS apa untuk anaknya,” jelasnya.
Baca Juga: PIP Buka Jalan Anak Kurang Mampu Tetap Sekolah di Samarinda
Ia menambahkan, buku LKS yang disediakan sekolah hanya bersifat pendukung, dipakai untuk latihan di rumah, dan tidak dibawa ke sekolah.
Menurut Dahlina, persoalan ini muncul lebih karena adanya miskomunikasi antara pihak sekolah dengan orangtua.
Ia menekankan bahwa penjualan LKS bukan kewajiban, tetapi sekadar opsi bagi wali murid yang menghendaki.
Sebelumnya, seorang orangtua siswa kelas dua mengaku mendapat intimidasi setelah menyampaikan keberatan terkait dugaan penjualan buku di sekolah tersebut.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Fakta Menarik Skuad Timnas Indonesia Jelang Duel Panas Lawan Arab Saudi
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 27 September 2025, Kesempatan Raih Pemain OVR 109-113
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
- Rumahnya Dijadikan Tempat Kebaktian, Apa Agama Krisna Mukti?
- Tak Cuma di Indonesia, Ijazah Gibran Jadi 'Gunjingan' Diaspora di Sydney: Banyak yang Membicarakan
Pilihan
-
Misi Bangkit Dikalahkan Persita, Julio Cesar Siap Bangkit Lawan Bangkok United
-
Gelar Pertemuan Tertutup, Ustaz Abu Bakar Baasyir Ungkap Pesan ke Jokowi
-
Momen Langka! Jokowi Cium Tangan Abu Bakar Ba'asyir di Kediamannya di Solo
-
Laga Klasik Timnas Indonesia vs Arab Saudi: Kartu Merah Ismed, Kemilau Boaz Solossa
-
Prabowo 'Ngamuk' Soal Keracunan MBG: Menteri Dipanggil Tengah Malam!
Terkini
-
Kekurangan LKPD, SDN 17 Sungai Pinang Buka Opsi LKS Tambahan untuk Siswa
-
Target 2026, Unmul Usulkan Dana Hibah Rp 2 Triliun ke Pemprov Kaltim
-
IKN Masuki Babak Penting, Target 9.500 ASN pada 2029
-
150 Enumerator Dibutuhkan untuk Validasi Data Kemiskinan di Bontang
-
Rata-rata 45 Warga Jadi Korban Kekerasan Setiap Hari di Kaltim