-
Banyak perusahaan di sektor tambang, sawit, dan kehutanan dinilai hanya melakukan “window dressing” CSR, karena program yang dijalankan tidak transparan, tidak terukur, dan tidak memberikan dampak nyata bagi masyarakat, terutama kelompok rentan.
-
Standar ESG dan SDGs yang seharusnya menjadi acuan tata kelola CSR jarang diterapkan, sehingga pengawasan, perencanaan, dan penggunaan anggaran kerap tidak tepat sasaran, ditambah lemahnya akses masyarakat terhadap dokumen CSR.
-
Pemerintah daerah didesak memperketat pengawasan terhadap pelaksanaan PP 47/2012, sementara masyarakat diminta aktif melaporkan dugaan penyimpangan karena banyak perusahaan belum mematuhi prinsip dasar tata kelola CSR, termasuk akuntabilitas dan efektivitas program.
Kesenjangan antara kewajiban CSR dan realisasi di lapangan makin terlihat dengan banyaknya perusahaan yang beroperasi di Kukar dan Kaltim.
Program yang seharusnya menjadi jembatan antara dunia usaha dan masyarakat dinilai belum mampu mengurangi jurang kesejahteraan.
Desakan agar pemerintah daerah memperketat pengawasan pun menguat.
Penguatan kontrol terhadap pelaksanaan PP 47 Tahun 2012 dianggap penting untuk memastikan perusahaan benar-benar menjalankan kewajibannya.
Masyarakat juga didorong berani melaporkan dugaan penyimpangan agar penggunaan dana sosial tepat sasaran.
Kritik serupa datang dari Ketua Asosiasi Karya Muda Mahakam, Aspin Anwar.
Ia menilai persoalan utama CSR adalah lemahnya penerapan prinsip tata kelola di tingkat perusahaan. Menurutnya, dasar hukum sudah jelas.
"Perusahaan itu wajib melaksanakan CSR dan melaporkannya. Itu sudah ada dasar hukumnya, tidak bisa tidak," ujar Aspin.
Ia menjelaskan, tata kelola CSR ideal mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang berjalan konsisten.
Baca Juga: Truk Sawit di Kaltim Wajib Pakai Plat KT untuk Tingkatkan Pendapatan Daerah
"Konsep tata kelola dana CSR memerlukan perencanaan, implementasi dan pengawasan yang baik," jelasnya.
Aspin menambahkan bahwa perusahaan harus mengidentifikasi seluruh pemangku kepentingan dan memastikan anggaran tepat guna.
"Anggaran itu harus digunakan secara efektif. Jangan sampai dana CSR itu bukan untuk masyarakat tapi buat pribadi mereka atau oknum," katanya.
Ia menegaskan pentingnya tim khusus dalam perusahaan yang berkompeten menangani CSR.
"Perusahaan wajib memiliki tim CSR yang terdiri dari karyawan yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang CSR," tegasnya.
Lima prinsip—akuntabilitas, keterlibatan stakeholder, keterbukaan informasi, efektivitas, dan efisiensi—menurutnya belum sepenuhnya dijalankan banyak perusahaan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Matic untuk Keluarga yang Irit BBM dan Murah Perawatan
- 58 Kode Redeem FF Terbaru Aktif November 2025: Ada Item Digimon, Diamond, dan Skin
- 5 Rekomendasi Mobil Kecil Matic Mirip Honda Brio untuk Wanita
- Liverpool Pecat Arne Slot, Giovanni van Bronckhorst Latih Timnas Indonesia?
- 5 Sunscreen Wardah Untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Bantu Atasi Tanda Penuaan
Pilihan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah Tahan Seharian Tanpa Cas, Cocok untuk Gamer dan Movie Marathon
-
5 HP Memori 128 GB Paling Murah untuk Penggunaan Jangka Panjang, Terbaik November 2025
-
Hari Ini Bookbuilding, Ini Jeroan Keuangan Superbank yang Mau IPO
-
Profil Superbank (SUPA): IPO Saham, Harga, Prospek, Laporan Keuangan, dan Jadwal
-
Jelang Nataru, BPH Migas Pastikan Ketersediaan Pertalite Aman!
Terkini
-
Jauh dari Harapan, CSR di Kaltim Dinilai Gagal Mengurangi Jurang Kesejahteraan
-
Pemilik Tanah Tagih Kepastian, Pemkot Bontang Minta Bukti Legalitas
-
Lahan Warga Jadi Jalan 12 Meter, Ganti Rugi Tak Pernah Datang
-
7 Mobil Bekas Mulai 70 Jutaan, Efisien untuk Pengalaman sebagai Mobil Pertama
-
Gubernur Kaltim Janji Naikkan Insentif Guru Honorer, Target Rp1 Juta per Bulan